NEW NORMAL ADALAH SUATU KEHARUSAN, HIRUK PIKUK MEDIA HINGGA BIANG KELADI PASCA PANDEMI


Penulis: Rizky Ahmad Fahrezi

          Pasca di tetapkannya wabah corona sebagai pandemi, dunia internasional paniknya bukan main, negara-negara dunia langsung berloma-loma menetapkan kebijakan penanggulangan wabah dengan versi masing-masing. China, Italia, Spanyol, Malaysia, India dan masih banyak lagi negara dengan kebijakan lockdown total di wilayahnya. Namun juga terdapat negara yang enggan memberlakukan lockdown, diantaranya Swedia yang menganggap bahwa virus corona hanyalah semacam penyakit flu yang bisa diatasi dengan penigkatan kekebalan tubuh, dengan begitu negara ini membiarkan masyarakatnya ber aktivitas seperti sedia kala yang bertujuan agar masyarakat dapat beradaptasi dalam artian berdamai dengan corona sehingga apabila masyarakat hidup berdampingan dengan virus maka secara otomatis mereka menyesuaikan (meningkatkan) kekebalan tubuhnya untuk melawan dan akhirnya virus ini bukan lah suatu masalah yang berarti, semacam hukum kodrat alam semesta yang berjalan beriringan satu sama lain berdasarkan sebab akibat, tetapi tentunya semua ini menimbulkan korban yang tak sedikit. 
         Faktor yang menyebabkan berbagai negara berbeda dalam sistem penanggulangan wabah adalah kondisi ekonomi dan tingkat kesejahteraan rakyatnya, negara yang tidak menerapkan lockdown pada dasarnya di latar belakangi oleh tingkat ekonomi rakyat nya yang menengah dan mengeah cenderung kebawah, artinya secara sederhana kita jabarkan bahwa economic level dari negara yang rakyatnya menengah cenderung kebawah apabila lockdown di terapkan maka akan menciptakan kesengsaraan baru, lockdown adalah tamparan telak bagi masyarakat kelas menengah dan bawah. Indonesia adalah salah satu negara yang tidak menerapkan kebijakan lockdown total dan diganti dengan PSBB itupun tidak merata dan menyesuaikan kondisi masing-masing wilayah, Indonesia adalah negara yang masyarakatnya 80 % bermukim di pedesaan, sisanya di perkotaan sedang dan perkotaan besar. Sehingga mayoritas masyarakat Indonesia bermata pencaharian non industrial, sebagai penyedia sumber daya bahan bukan sebagai pengolah dan pemain output perdagangan bahan tersebut, sebagai pengabdi jasa bukan sebagai penyedia jasa, sebagai karyawan bukan pemilik perusahaan, sebagai sasaran arus bisnis bukan sebagai pelaku bisnis. Mayoritas sebagai petani, peternak, pedagang, pebisnis menengah dan kecil-kecilan, karyawan perusahaan dll. Itulah pencaharian rakyat Indonesia. Oleh karena itu pantaslah Indoensia di sebut negara yang masih developing, dengan kondisi perekonomian rakyat yang sedemikian Indonesia termasuk negara yang sangat merasakan dampak wabah corona ini, bukan main !!.
Kondisi perekonomian Indonesia yang beragam dan cenderung menegah kebawah dibuat sempoyongan oleh corona, dengan di terapkannya PSBB, penutupan sejumlah sektor ekonomi, penutupan sejumlah tempat keramaian membuat mesyarakat bingung sekaligus harus dituntut patuh. Kebijakan tersebut membuat masyarakat yang semula menggantungkan hidupnya di pasar, masyarakat yang semula berjualan di alun-alun kota, yang semula bercocok tanam dan menjual hasil buminya, yang semula ber ekspedisi untuk mendistribusikan barang ataupun jasa, harus bersabar dan mengelus dada karena semua kegiatan tersebut terhambat atau malah di berhentikan total. Semakin berlarutnya wabah corona ini juga kian membuat penderitaan rakyat semakin lama. 
Panik adalah biang permasalahan. Pada awal konfirmasi kasus covid-19 propaganda media berlomba-lomba memberitakan tentang bahayanya virus satu ini, dengan bumbu pedas versi masing-masing. Tentunya pemberitaan bertujuan membuat masyarakat enggan keluar rumah lewat himbauan #dirumahsaja, hal ini merupakan kunci dari penanggulangan covid-19. Tapi kenyataannya banyak masyarakat yang tidak patuh bahkan meremehkan sehingga menyebabkan virus corona menyebar berkali-kali lipat. Terjadi beberapa vase dalam situasi ini yaitu vase awal masyarakat masih acuh dan meremehkan himbauan tersebut, sehingga media di tuntut untuk terus-menerus memberikan asupan negatif dan bahaya virus corona, bahasa jawa nya masyarakat di jejeli berita buruknya corona dengan tujuan membuat masyarakat takut. Pada vase kedua masyarakat benar benar takut, benar-benar kalang kabut, terjadi pada masa menjelang Ramadhan dan idul firi, kepanikan ini di buktikan dengan begitu ngotonya masyarakat perantau untuk mudik, karena bahan pangan dan kebutuhan semakin menipis, di sisi lain bentuk kepanikan dari masyarakat mukim menolak kedatangan siapapun yang mudik atau pulang kampung, tentunya terjadi kontradiksi yang sangat besar di sini dan bahkan mengarah pada perpecahan pendapat serta fisik, ya memang corona memberikan dampak begitu besar terhadap kultur sosial masyarakat termasuk di dalam nya tali persaudaraan yang di hempas, terpontang-panting oleh wabah ini. Memburuknya tali persaudaraan, perpecahan ekonomi, perpecahan sesama kerabat sendiri, masyarakat yang seharusnya bersatu melawan corona justru terbelah menjadi beragam kubu akibat persepsi mereka masing-masing, itu semua tak lain disebabkan oleh kepanikan yang keliru !!
Sehingga perlu di garis bawahi bukan nya di sini saya menyalahkan media, tetapi pemberitaan negatif tentang corona yang terus-menerus di sodorkan ke masyarakat membuat kepanikan yang tak berarti, alangkah bijaknya seharusnya media memberikan berita baik tentang corona dengan porsi yang lebih sehingga dapat mengimbangi porsi berita negatif yang terlalu over. Semisal saja update berita kesembuhan pasien corona yang semakin banyak di setiap daerah, bukannya penambahan kasus positif yang selalu di beritakan, pada kenyataanya memang tingkat kesembuhan virus ini sangatlah tinggi daripada tingkat kematian, seharusnya media semakin dalam mengupas topik ini bukannya semakin meletupkan pemberitaan negatif. Kepanikan masyarakat adalah yang sejatinya BIANG KELADI permasalahan selama ini, bukan nya menepis anggapan bahwa virus ini berbahaya, bukan nya meremehkan, maksutnya di sini mewakili berbagai pendapat dari masyarakat yang saya amati, bahwa mereka memerlukan asupan berita yang lebih banyak memberikan edukasi bukan nya memperkeruh keadaan, semisal edukasi mengenai tata cara menjaga diri dari virus, edukasi protokol melakukan aktivitas seharian, edukasi alur penyebaran virus dll. Sehingga masyarakat sadar bahwa virus corona ini sangat lah berbahaya sekaligus mengetahui tata cara pencegahannya, sehingga masyarakat menjadi tercerdaskan bukan nya saling beradu kubu dalam perpecahan yang berlarut-larut.
  Vase berikutnya adalah NEW NORMAL, menurut saya new normal adalah suatu keharusan, mau tidak mau Indonesia harus menjalani vase in. Seperti yang saya jabarkan diatas bahwa mata pencaharian masyarakat sangat beragam, tidak semua masyarakat bisa WFH ( work from home), tidak semua masyarakat memiliki mata pencaharian tetap, tidak semua masyarakat sejahtera, artinya jika kebijakan pembatasan terus di terapkan maka masyarakat semakin sengsara jadinya, masyarakat semakin kalang kabut, dan di sinilah poin akhir dari artikel ini yaitu new normal adalah suatu keharusan untuk masyarakat indonesia yang harus di lakukan secara hati-hati, dengan terus-menerus memberikan edukasi, memperketat protokol kesehatan, melakukan tes secara lebih masif. Semoga negara kita makmur dan terselamatkan, Amiin.