#DUKANASIBKPK
KPK, ADA APA GERANGAN ?
Mahasiswa Bersuara !
Rizky Ahmad Fahrezi
source gambar : https://www.teropongonline.com/2018/11/18/suara-mahasiswa-suara-rakyat/
Indonesia berada dalam fase dilematik nasional yang
tidak main-main, tidak bisa seenaknya saja disikapi dengan santai sembari minum
teh dan membaca majalah harian. Seperti halnya beberapa bulan lalu ketika
Presiden Jokowi memberi tamparan panas bagi sejumlah menterinya karena kinerja
yang sangat biasa-biasa saja di tengah kondisi krisis dan kalang kabut akibat
pandemi covid 19. Hal ini menunjukkan
betapa sejumlah pejabat kita yang seharusnya mewakili rakyat dalam membangun
fondasi kesejahteraan diatas segala prahara dan kesusah payahan, ternyata malah
masih saja duduk santai menghabiskan tehnya yang sudah mulai dikelilingi semut.
Sikap ini sudah sangat tidak manusiawi, menunjukkan betapa kurang pedulinya
mereka terhadap nasib rakyat yang dengan sendirinya menyelesaikan
kesengsaraannya tanpa campur tangan mereka (para penguasa). Tangan-tangan lemah
rakyat semakin tak kuasa menanggung penderitaan ini, sedangkan mereka masih
cari aman dan tak ambil pusing dengan kewajiban yang seharusnya dilaksanakan mati-matian,
berani mati saja tidak mungkin mau, kok ya masih ingin mendapat respect dari rakyat.
Keadan
kacau dan carut tersebut semakin diperparah dengan perbuatan para penguasa yang
kian bengis, ngelunjak, dan tidak punya moral. Di fase awal mereka santai
seakan tidak ada masalah yang berarti, tak merasa bersalah kini uang rakyatpun di
korupsi, sebenarnya ini manusia apa sapi, tak memiliki akal dan budi pakerti.
Korupsi kian menjadi-jadi seakan seperti trend fashion dan lifestyle
baru para pejabat kita kini. Mereka mengeruk habis anggaran yang seharusnya
diakomodasikan demi memasifkan tingkat kesejahteraan rakyat. Anggaran yang
seharusnya untuk rakyat malah masuk kantong dan keluar cuma-cuma demi kepuasan
dunia belaka. Besarnya anggaran pengeluaran negara di fase awal pandemi covid 19 justru menjadi ladang emas
mereka untuk memanen pundi-pundi kekayaan. Peningkatan anggaran pengeluaran
negara pada masa awal pandemi meningkat dari 2.540,4 triliun menjadi 2.613,8
triliun, dan pada akhir 2020 anggaran terbesar terletak pada proses penangan
pandemi covid 19 dengan total
akumulasi sampai 1.035,25 triliun, ini merupakan salah satu contoh kecil
pembengkakan anggaran karena dampak pandemi. Dengan besarnya pengeluaran negara
tersebut terhadap penanganan pandemi covid
19, mungkin pernah terbesit di pikiran kita bahwa mengapa virus masih saja
menggila, tidak ada dampak berarti bagi seluruh elemen masyarakat sejauh ini,
dan sedikit dari kita mungkin bertanya-tanya apakah anggaran dana tersebut tidak
mendapat kendala berarti saat pengakomodasiannya ? apakah tidak ada tangan
bejat yang menyenggol bahkan menggerogoti anggaran dana teresebut ?. Kita
berhak menciptakan analisa dan spekulasi guna menjawab pertanyaan tersebut.
Uang dalam
dompet yang seharusnya dibelanjakan demi menyelesaikan kekacauan negara dan menangani
kesengsaraan rakyat justru mendapat cobaan berat dengan besarnya penyelewengan
oleh pihak-pihak tak bermoral. Para pelaku korupsi justru merupakan figur-figur
yang memiliki kekuasaan berlebih atas suatu sektor yang dipimpinnya, sehingga
ia dengan leluasa melakukan suatu penyelewengan tanpa ada satupun elemen lain
yang berani menentangnya, hal ini
terjadi terus-menerus sampai tercipta suatu jaringan yang luas dan membudaya,
jaringan inilah yang dinamakan lingkaran setan para penguasa. Sebut saja kasus
suap izin ekspor benih lobster dengan ditetapkannya tersangka Edhy Prabowo
selaku menjabat sebagai menteri kelautan dan perikanan, kemudian baru selang
dua pekan KPK menetapkan Juliari Batubara yang masih menjabat sebagai menteri
sosial sebagai tersangka kasus korupsi bantuan sosial (bansos) penanganan covid 19. Bisa kita simpulkan, para
pelaku justru merupakan figur terkuat dalam sebuah sektor yang sedang mengalami
kasus korupsi tersebut. Sektor yang sedang mengalami pemusatan fokus pelaksanaan
progam pemerintah, akan mendapat supplai berlebih daripada sektor lain,
sehingga figur terkuat dalam sektor tersebut otomatis akan mendapat kekuasaan
penuh untuk mengatur segala sesuatu terkait pelaksanaan kebijakan progam
kerjanya, akan tetapi kekuasaan berlebih tersebut justru dimanfaatkan untuk
perbuatan bejat mereka dengan melakukan tindakan korupsi.
Semakin
mengakarnya budaya korupsi di tanah air kita tercinta ini disebabkan oleh
keterlibatan para penguasa dengan kekuasaan yang berlebih. Hal tersebut
mengakibatkan semakin suburnya tindakan korupsi karena mudahnya para penguasa
menciptakan demon sircle (lingkaran
setan) dengan melibatkan seluruh figur lain yang memiliki pengaruh kuat di
bidangnya masing-masing. Sebut saja sektor keamanan (kepolisian dan angkatan),
badan keuangan, dewan perwakilan rakyat, para menteri, media, publik figur dan
pejabat-pejabat lain yang kesemua itu dibawah kendali demon sircle tersebut, bahkan akhir-akhir ini mulai terendus
keterlibatan KPK sendiri dalam memberi jaminan naungan terhadap berjalannya demon sircle tersebut ! sungguh miris !.
KPK
yang dikenal masyarakat sebagai benteng utama dan terakhir untuk membendung
segala tindakan korupsi malah mengikutsertakan diri terjerumus dalam tindak
pidana korupsi itu sediri. Hal tersebut terindikasi oleh sejumlah awak media,
pers, oposisi, dan masyarakat sipil yang menganalisa bergam sistematika
manajemen KPK. Disebutkan bahwa KPK semakin lembek dan mudah diterjang oleh
beragam hasutan penguasa bejat, bukannya memberantas, KPK seakan malah menjadi
alat untuk menutupi seluruh kasus korupsi. Bisa kita lihat beberapa kasus
korupsi yang hampir tidak pernah terselesaikan, bahkan kasus terbaru yang
menyebutkan tindakan suap komisioner KPU oleh tersangka yang bernama Harun
Masiku, justru tidak ada tindak lanjut yang jelas dan sang pelakupun tidak
diketahui keberadaannya sampai saat ini, semakin mirirs lagi !. Belum lagi
beberapa barang bukti kasus korupsi sebelumnya yang disembunyikan oleh sejumlah
pihak, kemudian rakyat semain dibuat geram terhadap perilaku para pejabat pusat
yang malah diam seribu kata dan bersembunyi dibalik megahnya istana negara. Semakin
kesini, semakin jelas bahwa tindakan korupsi merupakan big eventnya (proyek besar) penguasa yang telah terkonsep rapi dan
melibatkan sejumlah besar figur yang memiliki power kuat di seluruh Indonesia.
KPK
selaku harapan terakhir rakyat justru semakin dilemahkan elektabilitasnya,
salah satunya dengan menyingkirkan sejumlah pegawai yang memiliki kinerja baik
selama bertahun-tahun dan semakin buruknya sistem pengelolaan karena campur
tangan penguasa.. Sampai ini KPK sudah tidak memiliki kemampuan untuk
meyakinkan rakyat kembali karena di dalamnya sudah tidak ada lagi kebenaran dan
keadilan.yang nyata. KPK sudah menjadi alat penguasa ! begitulah sekarang
stigma yang tumbuh di tengah masyarakat. Masyarakat sekan kehilangan harapannya
untuk mewujudkan Indonesia yang benar-benar sejahtera, para penguasa yang tidak
memiliki moral semakin merenggut kesejahteraan mereka. Seluruh sistem, seluruh
kendali, seluruh otoritas bukan lagi menjadi hak rakyat melainkan telah menjadi
kepemilikan mutlak ditangan sang penguasa negeri yang tak pernah takut terhadap
Sang Pencipta itu sendiri. Mereka ingin dihormati sampai-sampai membuat aturan
yang membatasi rakyat bersuara, mereka ingin dipatuhi sampai-sampai
mengeksekusi siapapun yang memberontak karena keadilan tidak lagi disangga,
mereka ingin di sanjung sampai-sampai merenggut harga diri rakyat yang
dipimpinnya, sudah saatnya mahasiswa bersuara !. Tidak ada lagi kata malu bagi
mereka, mari kita sebut saja mereka antikemaluan bukannya antikorupsi, dan
rakyat sudah tahu mana yang pantas dihormati dan dijunjung tinggi ! Bukan
mereka yang tidak memiliki harga diri dan hari nurani !
0 Comments