Kembalikan Prinsip Demokrasi ! Sang Bahtera Harus Bangkit dari Belenggu Korupsi

 

Kembalikan Prinsip Demokrasi !

Sang Bahtera Harus Bangkit dari Belenggu Korupsi

Rizky Ahmad Fahrezi


source gambar : twitter.com

Korupsi di Indonesia kian mengakar dan memburuk seakan menjadi life style baru dalam sebuah peradaban. Korupsi sudah menjangkiti beragam elemen kehidupan seperti pemerintahan, legislatif, kepegawaian, industri, lembaga kemasyarakatan, keamanan atau kepolisian, bahkan kedalam sektor yang paling kecil sekalipun seperti kegiatan masyarakat desa. Korupsi bisa dibersihkan hanya dengan keberanian para wakil rakyat dalam memperjuangkan nasib rakyatnya, penataan pranata pendidikan yang diawali sedini mungkin untuk menenamkan karakter  anti korupsi, dan penanaman nilai keagamaan sedini dan sedalam mungin. Namun nyatanya, para penguasa negeri-lah yang justru merupakan aktor utama dari setiap kasus korupsi, taraf pendidikan antikorupsi yang masih sangat rendah, dan penanaman nlai keagamaan yang masih disepelekan sehingga menciptakan karakter generasi bangsa yang doyan korupsi bukannya melawan korupsi. Berikut beberapa cara untuk memberantas korupsi yang diadaptasi dari negara lain yang bisa diterapkan oleh Indonesia :

1.      Penerapan kecanggihan teknologi dalam bentuk big data.

Tidak dapat dipungkiri kemajuan teknologi merupakan keniscayaan sebagai pengiring perkembangan zaman yang semakin modern. Hampir seluruh sektor telah terjamah oleh kemajuan teknologi dan seluruh negara sudah berlomba-lomba mengembangkannya. Tak luput pula sistem pemberantasan korupsi yang sudah menerapkan teknologi canggih dalam bentuk bid data¸ sebuah sistem operasi digital yang didalamnya terdapat manajemen pengelolaan terhadap data dari seluruh kepegawaian nasional kemudian ekaligus menerapkan sistem pengawasan terhadap kinerjanya sehari-hari. Sisteem ini sangat efektif untuk monitoring seluruh pegawai nasional mulai  dari tingkatan atas sampai bawah, apapun yang dilakukan oleh seorang pegawai dapat terdeteksi dengan mudah, sehingga sangat mengurangi tindakan korupsi.

 

2.      Perbaikan sistem dan muatan pendidikan.

Sebuah perilaku korupsi tidak akan jauh dari norma, pendidikan, dan lingkungan yang memperngaruhinya. Pendidikan adalah unsur yang paling vital dalam membentuk kepribadian seorang individu. Sistem pendidikan yang buruk akan menciptakan kepribadian dengan tingkat konsumsi tinggi tetapi tidak diimbangi dengan pendapat finansial yang mumpuni, sehingga menciptakan kemiskinan yang merata, hal ini merupakan permasalahan yang serius mengingat dimana manusia cenderung akan menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan finansialnnya. Sistem pendidikan perlu diperbaiki untuk meningkatkan tarak pemikiran masyarakat agar lebih siap dalam menghadapi segara permasalahan, semisal ketika seseorang dihadapkan dengan tugas yang berat dari kantor, orang yang cerdas akan memanfaatkan relasi dan pengetahuannya untuk menyelesaikan tugas tersebut, sebaliknya orang yang bodoh akan menggunakan uang untuk menyelesaikan tugas tersebut, orang yang bodoh cenderung berfikir sempit dalam menyelesaikan sebuah permasalahan. Perbaikan sistem pendidikan ini dapat dimanifestasikan dalam perbaikan terhadap kurikulum, menajerial, pengelolaan, dan muatan yang diberikan kepada setiap anak didinya. Seperti muatan materi pendidikan antikorupsi harus diajarkan sedini mungkin.

3.      Penanaman nilai keagamaan

Faham keagamaan merupakan salah satu unsur utama yang mempengaruhi karakter dan perilaku seseorang dalam kesehariannya. Dalam agama ditanamkan norma-norma luhur yang menuntun dan menata manusia menuju kehidupan yang lebih harmonis, dinamis, dan penuh kebaikan. Seseorang dengan ilmu keagamaan yang rendah akan melakukan beragam tindakan kerusakan. Agama apapaun sangat menentang dan menghinakan tindakan korupsi, karena perbuatan ini akan menyengsarakan masyarakat secara luas dan pada hakikatnya korupsi adalah mencuri uang raakyat secara besaar-besaran.

4.      Tindakan hukum yang tegas.

Besarnya sebuah tindakan kejahatan akan dapat terselesaikan dengan tindakan ketegasan hukum. Sama halnya korupsi yang merupakan bentuk kejahatan level tertinggi. Korupsi harus diberantas dengan dukungan hukum yang mumpuni. Alangkah mirisnya negara kinta tercinta yang saat ini semakin digerogoti oleh korupsi tetapi ketegasan humun yang justru semakin melemah. Indonesia bisa mencontoh negara lain seperti China dengan menerapkan hukuman mati bagi semua koruptor, ataupun Brunei Darussalam  yang menerapkan hukum potong tangan. Hukuman tegas seperti ini perlu diterapkan demi menimbulkan efek jera bagi seluruh perlaku korupsi.

5.      Transparansi kerja.

Dalam sebuah sistem pengelolaan, sebuah transparansi kerja merupakan sebuah kewajiban mutlaak bagi setiap figur didalamnya. Transparansi kerja adalah pemaparan secara menyeluruh dan rinci mengenai kinerja, metode, media dan logistik apa saja yang diperlukan untuk melaksanakan kerja. Sebuah kelembagaan khususnya pemerintahan wajib memberikan transparani secara rinci kepada seluruh raakyatnya, bahkaan kalau perlu dibuatkan sebuah websyte yang bisa diakses masyarakat dengan mudah, websyte khusus yang berisi progam kerja pemerintah beserta anggaran dananya. Alangkah indahnya negeri jika trasparansi kerja benar-benar diteguhkan pelaksanaanya oleh sejumlah penguasa, namun sangat disayangkan beragam kejahatan justru dimulai dari sirkel penguasa sehingga jangankan transparansi, bahkan rakyatpun akan ditendang.

6.      Pendirian dan penguatan lembaga independen anti korupsi.

Indonesia harus mempunyai lembaga independen yang memang benar-benar murni dan steril dari tangan-tangan kotor penguasa atau pelaku korupsi. Sejauh ini Indonesia memang telah memiliki lembaga Komisi Pemberantan Korupsi (KPK), tetapi beragam intrik, hasut, dan suap mulai melingkar dan mengelilinginya sehingga KPK yang seharusnya memberantas korupsi malah seakan memberi perlindungan terhadap para pelaku korupsi. Untuk bisa bangkit melawan korupsi, Indonesia harus menguatkan lembaga independen yang dimilikinya, hakikat dari lembaga indeppenden adalah lembaga yang memang  benar-benar tidak terjamah oleh pengaruh figur manapun dan memiliki naungahn Undang-Undang tersendiri dalam melaakukann kinerjanya, Undang-Undang ini sebagai pendukung dan Backup dalam menangkap para koruptor. Namun saat ini sangat miris kita dapati bahwa banyak Undang-Undang dibuat untuk melemahkan lembaga independen.

Tidak hanya membutuhkan satu lembaga saja, Indonesia juga membutuhkan lembaga independen dengan tugas, pokok, fungsi, dan ranah masing-masing. Hal ini untuk memperkuat beragam sendi yang sekarang mulai tergerogoti oleh korupsi.

7.      Menggencarkan kampanye anti korupsi.

Untuk melakukan cara ini Indonesia memerlukan banyak figur kuat untuk mendukung terselenggaranya edukasi secara masif kepada masyarakat luas tentang bahaya dan bejatnya tindakan korupsi. Kampanye anti korupsi dilakukan dengan pengelolaan yang baik sehingga dapat dilaksanakan secara jangka panjang, rutin, dan mengena terhadap seluruh lapisan masyarakat. Langkah ini merupakan tindak lanjut dari penguatan kinerja lembaga independen anti korupsi, ketika lembaga independen sudah memiliki kekuatan dan kepercayaan lebih dari masyarakat maka bentuk eksekusi kerjanya tidak hanya menangkap para koruptor tetapi juga memberikan edukasi kepada khalayak luas. Maka dari itu disebutkan diatas bahwa Indonesia tidak hanya membutuhkan satu lembaga independen anti korupsi, Indonesia perlu mendirikan lembaga sebanyak mungkin disertai dengan penguatan di masing-masing sektornya.

Indonesia juga membutuhkan pendekatan secara personal dengan satu sosok figur yang bisa membaur di tengah-tengah masyarakat, figur ini bisa berupa influencer yang khusus telah dilatih untuyk membidangi pemberantasan dan ilmu-ilmu tentang tindakan korupsi.

8.      Mengembalikan prinsip demokrasi.

Inilah poin utama sebagai cara untuk memberantas tindakan korupsi, yaitu kembalikan prinsip demokrasi, kembalikan kekuasaan di tangan raakyat !

Rakyat berperan penting dalam menentukan atau memutuskan berbagai hal menyangkut kehidupan bersama sebagai sebuah bangsa dan negara. Alangkah mirisnya, saat ini prinsip tersebut sangatlah lemah dan tidak ada yang berani memperjuangkannya. “Ketika rakyat mengkritik disitulah rakyat akan ditendang habis, ketika rakyat bersuara disitulah rakyat justru akan tersingkir dan menderita, ketika rakyat melawan disitulah rakyat akan ditawan”. Begitulah ungkapan yang cocok disematkan dalam peradaban bangsa saat ini.

Para penguasa yang notabennya merupakan wakil rakyat dengan janji-janjinya yang akan menegakkan dekomrasi demi sebuah kesejahteraan,  justru semakin melemahkan prinsip demokrasi itu sendiri sampai akar-akarnya dengan membelenggu hak suara, media, wadah dan analisa yang dimiliki rakyat. Bisa kita lihat beragam media pers nasional yang tidak digubris sama sekali, berbagai kritikus politik yang justru tidak diberikan akses untuk mendapat kehidupan yang layak, analis-analis politik yang sudah diberhentikan dari pekerjaanya, dan mahasiswa sudah dimatikan perannya sebagai tangan-tangan rakyat untuk mewujudkan demokrasi. Sekali lagi jika Indonesia ingin maju dan kembali menjadi macan Asia yang sebenarnya maka rakyat harus mendapat peran lebih dalam mewujudkan perjalanan panjang Sang Bahtera (Indonesia) untuk sampai ke tempat berlabuh kedepannya (kesejahteraan). Caranya adalah dengan menghidupkan seluruh elemen dan wadah rakyat diatas.

9.      Mengganti pemimpin.

Apabila seluruh cara tersebut tidak juga menemui hasil yang diharapkan maka tidak ada cara lain selain mengganti puncak pimpinan dalam seluruh sektor negera. Ada pepatah mengatakan ” Segala hal yang terjadi adalah bentuk dari kualitas seorang pimpinan, apabila sang pimpinan mumpuni maka kesejahteraan tidak akan segan untuk datang, apabila sang pimpinan buruk maka keterbelakangan nyata yang akan datang”. Hal ini menyimbolkan bahwa tatanan yang terlanjur buruk akan terus menerus berlanjut apabila tidak ada perombakan total terhadap para pemain dalam sistemnya, para pemain tersebut adalah sejumlah figur kuat sebagai penguasa dalam suatu sektor, pemain itulah  yang justru menciptakan dan melestarikan beragam perilaku penyelewengan, sehinggga sebenarnya sang koruptor sejati justru tidak jauh dari pandangan kita, bahkan bisa saja orang yang sering kita lihat berpidato di televisi.

Figur pimpinan bukan hanya kita artikan sebagai pejabat-pejabat negara atau wilayah disekitar kita seperti Presiden, Gubernur, Walikota dll. Figur pimpipan yang dimaksudkan adalah sosok yang lebih bersinggungan langsung dengan objek yang akan diselewengkan (uang rakyat), jadi tidak bisa kita selalu menyalahkan pejabat pemerintahan, bisa saja para pejabat pemerintahan telah berusaha semaksimal mungkin melakukan kinerjanya untuk rakyat seperti mencegah tindakan korupsi, menahan diri untuk tidak berkorupsi atau manaati konstitusi lain, tetapi beberapa bawahannya yang telah dilimpahi banyak kewenaangan (memimpin sejumlah sektor) justru yang melakukan beragam penyelewengan. Sepeti contoh kasus korupsi bansos covid 19 yang didalangi oleh menteri sosial sendiri, tentunya ini bukanlah yang diharapkan oleh sang presiden, maka langkah yang tepat untuk memberantasnya adalah dengan menangkap dan mengganti pimpinan seperti itu (menteri sosial)

Post a Comment

0 Comments