PERCEPATAN DIGITALISASI NASIONAL
(PENDIDIKAN)
BERKAH ATAU KETERPAKSAAN?
Rizky Ahmad Fahrezi
Tahun
2020 hingga 2021 merupakan tahun krusial yang dihiasi dengan berbagai intrik di
dalamnya. Tahun dimana seluruh sektor kehidupan diterpa beragam permasalahan
yang menuntut jutaan otak manusia untuk berfikir keras dalam menyelesaikannya. Berbagai
upaya seperti pemerataan pembangunan nasional, pemberantasani berbaga tindakan
kriminal, penanggulangan kemiskinan, pemerataan mutu pendidikan, perbaikan tata
kelola sistem perekonomian merupakan perkara lazim yang menjadi diskursus utama
pemerintah bersama rakyat, ditambah lagi kiat-kiat untuk menjadikan Indonesia
emas pada tahun 2045 dan ekonomi gemilang pada 2030 perlu upaya keras dengan
meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam berbagai sektor, hal tersebut merupakan
pekerjaan rumah yang wajib untuk di prioritaskan. Beragam problema dirasa kian
meruncing dengan diiringi munculnya wabah virus covid-19 yang menghujam bagaikan hujan rudal balistik yang merata
di seluruh Negri. Pandemi covid-19
secara nyata memberikan dampak besar terhadap seluruh unit kehidupan baik dalam
berbangsa, bernegara, perekonomian, dan bersosialita.
Imbas
dari pandemi ini berdampak besar bagi seluruh medan, sistem, tata kelola,
media, dan cara masyarakat dalam melaksanakan aktivitas keseharian. Berbagai
sektor seperti pendidikan, perekonomian, kesehatan, perindustrian, dan sosial
budaya dibatasi secara signifikan dalam penyelenggaraannya sehinga menuntut
seluruh elemen manusia mengalihkan dunia dalam sistem virtula, daring atau
digital. Secara tidak langsung dalam kurun waktu 2 tahun dunia berfokus pada
peralihan peradaban baru yaitu peradaban digital atau yang biasa disebut
digitalisasi.
Secara
Umum digitalisasi adalah proses peralihan media dari bentuk cetak, audio,
maupun video menjadi bentuk digitls. Digitalisasi selaras dengan laju peradaban
dalam revolusi industri 4.0. Revolusi industri 4.0 merupakan era yang
memungkinkan seluruh entitas di dalamnya untuk saling berkomunikasi kapan saja
secara real time dengan memanfaatkan
teknologi khususnya teknologi komunikasi, internet, dan informasi. Instrumen
terobosan yang menjadi diskursus utama dalam revolusi industri 4.0 adalah
dengan penciptaan AI (Artificial
Intelligence) atau kecerdasan buatan, teknologi nano, bioteknologi,
teknologi kuantum, blockhchain, dan
teknologi berbasis internet. Tujuan dari diadakannya berbagai terobosan
tersebut tidak lain adalah untuk memindahkan peradaban yang semula dinilai
sebagai pergerakan yang bersifat manual menjadin semakin praktis dan simpel,
menjadikan kehidupan manusia semakin ringkas dan cepat, dan tidak dipungkiri
juga sebagai ajang perlombaan berbagai negara maju dalam menemukan
teknologi-teknologi baru dalam mengelola bahkan menguasai sistem peradaban
dunia.
Salah
satu bidang atau sektor yang beralih total dalam bentuk virtual atau digital
adalah sektor pendidikan. Pendemi memberikan dampak besar bagi penyelenggaraan
pendidikan. Seluruh elemen pendidikan seperti pendidik, peserta didik, dan staf
penyelenggara lain tidak diperkenankan untuk melaksanakan proses pembelajaran
secara tatap muka. Ketika pendidikan dialihkan dalam platform digital atau
virtual maka memerlukan sistem, aplikasi, metode, kurikulum, dan SDM pengajar
yang lebih mumpuni untuk menyukseskan pembelajaran, hal ini menjadi
perbincangan panjang pemerintah bersama intrumen penyelenggara pendidikan lain
dalam mengatasinya.
Pengalihan
pendidikan dalam bentuk virtual, daring, atau PJJ (Pendidikan Jarak Jauh) menjadi
diskursus utama seluruh ahli, pengamat pendidikan, dan pemangku kebijakan
pemerintahan, hal ini terkait bagaimana kesiapan sistem dan SDM pendidikan
nasional dalam menyambut era pendidikan virtual tersebut. Terlebih lagi,
dikarenakan keharusan pembatasan kerumunan dan interaksi masyarakat secara
ketat, Indonesia dan dunia tidak mempunyai pilihan lain selain menerapkan
sistem virtual dalam berbagai bidang kehidupan terkhsus pendidikan, dengan kata
lain dalam satu sudut pandang bisa dikatakan bahwa dunia terpaksa dalam
penerapan era baru ini (era virtual). Tetapi dalam sudut pandang lain, banyak
ahli menyatakan bahwa pandemi yang dikatakan biang masalah yang berbuntut panjang
bagi kehidupan, ternyata juga memberikan berkah tersendiri untuk percepatan
proses digitalisasi universal. Digitalisasi bukanlah istilah baru yang muncul
akibat adanya pandemi, digitalisasi merupakan suatu istilah peradaban yang
sudah menjadi isu perbincangan dari bertahun-tahun yang lalu, dikatakan bahwa
digitalisasi merupakan sebuah era mutlak adanya sebagai impact dari penggunaan
teknologi yang semakin maju, selaras dengan terobosan yang ditawarkan oleh
revolusi industri 4.0 bahwa teknologi merupakan skala priroritas dan acuan
utama manusia dalam menjalankan peradabannya.
Dari
beberapa riset yang dilakukan oleh penulis dengan mengikuti beberapa forum
diskusi dan bincang-bincang bersama beberapa ahli di dunia pendidikan dan beberapa
Rektor Perguruan Tinggi ternama Indonesia, disimpulkan dengan pembahasan yang
mari kita bahaskan bersama.
Upaya
terbesar yang dilakukan seluruh lembaga pendidikan dan perguruan tinggi di
Indonesia adalah menjaga nyala dan gairah belajar seluruh elemen pendidikan,
dalam hal ini media pembelajaran adalah kunci utama dan didukung oleh digital content yang berkualitas.
Muhamad Hasan Chabibie selaku Plt. Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi
Kemendikbud Ristek memberikan pernyataan terkait langkah pengupayaan yang
dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kualitas media dan isi konten di
dalamnya. Kemendikbud Ristek mengeluarkan edaran terkait beragam aplikasi yang
dikembangkan yaitu rumah belajar, rumah edukasi, dan suara edukasi. Beliau juga
menyatakan bahwa Kemendikbud Ristek menganalisa segala kendala yang dialamin
peserta didik dalam pembelajaran kemudian mengupayakan solusi untuk
menyelesaikannya, diantaranya seperti kendala gatget yang kurang memadai maka pemerintah memberikan bantuan
jutaan gatget dan menyelenggarakan
progam BDR (Belajar Dari Rumah) lewat siaran televisi dan radio, kendala kuoata
yang mahal diatasi dengan pemberian kartu paket dan kuota gratis, kemudian
kendala konten yang diatasi dengan peningkatan mutu SDM dan mutu aplikasi media
yang digunakan.
Aju
Widyasari selaku Direktur Telekomunikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika
juga memberikan stattement terkait
penyikapan terhadap problem digitalisasi pendidikan. Beliau menyatakan bahwa
banyak daerah yang belum terakomodir secara sempurna, terkhusus daera 3T
(terluar, tertinggal, terdepan) yang belum tercover
internet 4G. Disini yang dilakukan pemerintah beserta seluruh elemen lain
adalah menyediakan akses internet yang berupa kuota gratis dan infastruktur
komunikasi yang menjangkau daerah 3T tersebut, akses internet yang
diprioritaskan minimal telah 4G.
Beberapa
lembaga Perguruan Tinggi sebagai pelaksana utama kegiatan pembelajaran dan
seluruh aktivitas pendidikan juga tidak tinggal diam dalam menyikapi problema
digitalisasi pendidikan ini. Prof. Dr. Ir. Mochamad Ashari MEng. selaku Rektor
Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) mengutarakan bahwa pada zaman ini memiliki
core utama yaitu teknologi sehingga
seluruh lembaga pendidikan dinilai harus memprioritaskan pengembangan teknologi
dalam mengiringi perkembangan zaman, dalam prosesnya perlu dikembangkan future educatioan (edukasi bersistem
digital) yang diselenggarakan secara masif diseluruh lembaga pendidikan. Rektor
Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph. D. Memberikan
menyatakan bahwa pandemi memang memaksa pendidikan nasional beralih ke sistem
digital, keterpaksaan menjadi dorongan telak dan dorongan menjadi perubahan
yang cepat. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa keterpaksaan dalam penyelenggaraan
digitalisasi merupakan hal yang dibenarkan tetapi dengan keterpaksaan tersebut
justru harus menjadi dorongan untuk perubahan yang lebih maju, dan pengelolaan
yang tepat demi keselamatan aset SDM nasional. Berlanjut Yusep Rusmansyah
selaku Direktur Pengembangan Pendidikan ITB mengutarakan bahwa diantara upaya
yang dilakukan ITB adalah menyiapkan wahan ajar yang berkualitas bagi seluruh
peserta didik di Indonesia, melakukan workshop pelatihan dan pendampingan terkait
sistem pendidikan digital, serta layanan akomodasi untuk daear 3T berupa 5000
tablet gratis dan ribuan kuota 4G gratis.
Najeela
Shihab selaku pendidik dan tenaga ahli pendidikan mengutarakan bahwa pendidikan
memiliki dimensi dan instrumen yang sangat luas, digitalisasi merupakan salah
satu masalah diantara ribuan permasalahan pendidikan yang harus terselesaikan. Digitalisasi
memberikan tantangan dan kesenjangan nyata yang membuat seluruh lapisan
penyelenggara pendidikan tertatih-tatih dan tergagap-gagap. Ketika terjadi
peralihan sistem pendidikan kedalam dunia virtual dan daring menimbulkan
berbagai problema seperti intensitas keterlibatan orangtua, kondisi geografi,
anak yang bekebutuhan khusus, pemahaman terkait materi, kedisiplinan, pembinaan
kecerdasan emosional peserta didik, dan masik banyak lagi. Banyak dari peserta
didik yang melontarkan pertanyaan menohok seperti, masih relevankah pendidikan?
Untuk apa menempuh jenjang pendidikan kalau ujungnya tak faham?. Digitalisasi merupakan
sistem yang ditujukan dengan perbaikan kualitas setiap personality peserta didik, bukan perbaikan sistem dan media melulu
yang seakan selalu menjadi prioritas utama. Inovasi bukan hanya menyangkut
supervisual (gatget, teknologi dll.)
tetapi inovasi dalam pendagogik baru dan kompetensi baru bagi peserta didik.
Tantangan nyata digitalisasi bukan hanya soal learning loss atau kesulitan assesment
tetapi juga penyikapan terkait kebutuhan sosial emosional peserta didik
termasuk academic integrity atau
kedisiplinan yang harus juga diutamakan.
Banyak
sekali progam yang telah menawarkan bantuan akomodir logistik pendidikan
seperti kuota, tablet, gatget¸ dan
aplikasi, tetapi titik permasalahan yang sebenarnya adalah pemaksimalan dari
media dan metode yang telah diaplikasikan tersebut. Banyak sekali tenaga
pendidik yang masih tergagap-gagap karena kaget, karena belum siap menjalankan
sistem pendidikan secara virtual, hal ini juga merupakan PR besar yang harus
segera terselesaikan karena pemahaman sistem diawali dari pendidik, ketika
pendidik kesulitan beradaptasi dengan sistem digital maka peserta didik akan
semakin lebih terpotang-panting tak tentu arah.
Kemudian kesejahteraan
emosional peserta didik juga perlu perhatian besar. Evaluasi dari
penyelenggaraan pendidikan diawal pandemi memberikan data bahwa peserta didik
ditempatkan hanya sebatas sebagai objek, hal ini secara jelas memangkas peran
peserta didik sebagai salah satu instrumen pembelajaran, peserta didik yang
seharusnya menjalin interaksi dengan pendidik justru hanya sebatas objek yang
diberikan bertumpuk-tumpuk materi yang harus difahami tanpa metode yang
berarti. Kesejahteraan emosional terkait kenyamanan penggunaan media,
kenyamanan belajar, rasa kesepian, jeunuh atau bosan, dan minat belajar
merupakan permasalahan utama yang kurang disorot, hal ini menjadi PR utama
pemerintah dan lembaga pendidikan untuk bersinergi dan mewujudkan sistem tata
kelola pembelajaran yang lebih efektif dengan melibatkan interaksi secara maksimal
antara pendidik dan peserta didik. Dalam hal ini pemerintah memberikan akses
dan jalan berupa akomodir logistik dan sistem yang sudah terintegrasi sacara
mumpuni yang kemudian diimplementasikan kedalam bentuk kegiatan pelatihan
pengajaran bagi seluruh tenaha pendidik, dan tenaga pendidik menjadi pion
terdepan dalam memaksimalkan proses pembelajaran dengan menemukan setiap unsur
terkecil dari kendala peserta didik dalam belajar yang kemudian menjadi bahan
evalusasi, pendidik nberperan sebagai fasilitator yang aktif bukan pasif dengan
selalu membina interaksi dengan peserta didik secsara efektif dan efisien.
Sejalan dengan peralihan era yang pada tahun 2019 telah dilantangkan era baru Society 5.0, yaitu era dimana manusia
harus ditempatkan sebagai pelaku utama dalam peradaban, manusia bukan hanya
sebatas objek yang bisa dikendalikan dan digeser oleh ciptaanya sendiri
(teknologi). Era Society 5.0
merupakan era yang tercipta akibat respon terhadap semakin pesatnya
perkembangan teknologi akibat era 4.0, era dimana manusia harus kembali
dimanusiakan! Bukannya teknologi yang semakin diagungkan!
Dari uraian pembahasan diatas disimpulkan
bahwa pandemi memberikan impact yang
sangat luar biasa dan bertahan sangat lama, sehingga menuntut zaman harus
beralih peradaban kearah digitalisasi. Pandemi memaksa seluruh sektor kehidupan
untuk beralih dalam dunia virtual, daring atau digital, hal ini membuat selurh
masyarakat tergagap-gagap dan kebingungan diawal. Tetapi, dengan keterpaksaan
ini justru menjadi berkah tersendiri dalam memajukan sistem teknologi Negri,
juga menjali evaluasi dan tolak ukur bahwa masih banyak sekali kelemahan dan
kekurangan yang harus segera diperbaiki oleh seluruh lapisan pemangku kebijakan,
tenaga ahli, pengamat, masyarakat luas., dan kita selaku pemuda yang membawa
perubahan baik kelak dikemudian hari. Wish
You Victory !!!
0 Comments