PERCEPATAN DIGITALISASI NASIONAL, BERKAH ATAU KETERPAKSAAN?

 

PERCEPATAN DIGITALISASI NASIONAL (PENDIDIKAN)

BERKAH ATAU KETERPAKSAAN?

Rizky Ahmad Fahrezi


source gambar :https://yoursay.suara.com/lifestyle/2020/05/14/163525/perubahan-teknologi-merubah-gaya-hidup

            Tahun 2020 hingga 2021 merupakan tahun krusial yang dihiasi dengan berbagai intrik di dalamnya. Tahun dimana seluruh sektor kehidupan diterpa beragam permasalahan yang menuntut jutaan otak manusia untuk berfikir keras dalam menyelesaikannya. Berbagai upaya seperti pemerataan pembangunan nasional, pemberantasani berbaga tindakan kriminal, penanggulangan kemiskinan, pemerataan mutu pendidikan, perbaikan tata kelola sistem perekonomian merupakan perkara lazim yang menjadi diskursus utama pemerintah bersama rakyat, ditambah lagi kiat-kiat untuk menjadikan Indonesia emas pada tahun 2045 dan ekonomi gemilang pada 2030 perlu upaya keras dengan meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam berbagai sektor, hal tersebut merupakan pekerjaan rumah yang wajib untuk di prioritaskan. Beragam problema dirasa kian meruncing dengan diiringi munculnya wabah virus covid-19 yang menghujam bagaikan hujan rudal balistik yang merata di seluruh Negri. Pandemi covid-19 secara nyata memberikan dampak besar terhadap seluruh unit kehidupan baik dalam berbangsa, bernegara, perekonomian, dan bersosialita.

            Imbas dari pandemi ini berdampak besar bagi seluruh medan, sistem, tata kelola, media, dan cara masyarakat dalam melaksanakan aktivitas keseharian. Berbagai sektor seperti pendidikan, perekonomian, kesehatan, perindustrian, dan sosial budaya dibatasi secara signifikan dalam penyelenggaraannya sehinga menuntut seluruh elemen manusia mengalihkan dunia dalam sistem virtula, daring atau digital. Secara tidak langsung dalam kurun waktu 2 tahun dunia berfokus pada peralihan peradaban baru yaitu peradaban digital atau yang biasa disebut digitalisasi.

            Secara Umum digitalisasi adalah proses peralihan media dari bentuk cetak, audio, maupun video menjadi bentuk digitls. Digitalisasi selaras dengan laju peradaban dalam revolusi industri 4.0. Revolusi industri 4.0 merupakan era yang memungkinkan seluruh entitas di dalamnya untuk saling berkomunikasi kapan saja secara real time dengan memanfaatkan teknologi khususnya teknologi komunikasi, internet, dan informasi. Instrumen terobosan yang menjadi diskursus utama dalam revolusi industri 4.0 adalah dengan penciptaan AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan, teknologi nano, bioteknologi, teknologi kuantum, blockhchain, dan teknologi berbasis internet. Tujuan dari diadakannya berbagai terobosan tersebut tidak lain adalah untuk memindahkan peradaban yang semula dinilai sebagai pergerakan yang bersifat manual menjadin semakin praktis dan simpel, menjadikan kehidupan manusia semakin ringkas dan cepat, dan tidak dipungkiri juga sebagai ajang perlombaan berbagai negara maju dalam menemukan teknologi-teknologi baru dalam mengelola bahkan menguasai sistem peradaban dunia.

            Salah satu bidang atau sektor yang beralih total dalam bentuk virtual atau digital adalah sektor pendidikan. Pendemi memberikan dampak besar bagi penyelenggaraan pendidikan. Seluruh elemen pendidikan seperti pendidik, peserta didik, dan staf penyelenggara lain tidak diperkenankan untuk melaksanakan proses pembelajaran secara tatap muka. Ketika pendidikan dialihkan dalam platform digital atau virtual maka memerlukan sistem, aplikasi, metode, kurikulum, dan SDM pengajar yang lebih mumpuni untuk menyukseskan pembelajaran, hal ini menjadi perbincangan panjang pemerintah bersama intrumen penyelenggara pendidikan lain dalam mengatasinya.

            Pengalihan pendidikan dalam bentuk virtual, daring, atau PJJ (Pendidikan Jarak Jauh) menjadi diskursus utama seluruh ahli, pengamat pendidikan, dan pemangku kebijakan pemerintahan, hal ini terkait bagaimana kesiapan sistem dan SDM pendidikan nasional dalam menyambut era pendidikan virtual tersebut. Terlebih lagi, dikarenakan keharusan pembatasan kerumunan dan interaksi masyarakat secara ketat, Indonesia dan dunia tidak mempunyai pilihan lain selain menerapkan sistem virtual dalam berbagai bidang kehidupan terkhsus pendidikan, dengan kata lain dalam satu sudut pandang bisa dikatakan bahwa dunia terpaksa dalam penerapan era baru ini (era virtual). Tetapi dalam sudut pandang lain, banyak ahli menyatakan bahwa pandemi yang dikatakan biang masalah yang berbuntut panjang bagi kehidupan, ternyata juga memberikan berkah tersendiri untuk percepatan proses digitalisasi universal. Digitalisasi bukanlah istilah baru yang muncul akibat adanya pandemi, digitalisasi merupakan suatu istilah peradaban yang sudah menjadi isu perbincangan dari bertahun-tahun yang lalu, dikatakan bahwa digitalisasi merupakan sebuah era mutlak adanya sebagai impact  dari penggunaan teknologi yang semakin maju, selaras dengan terobosan yang ditawarkan oleh revolusi industri 4.0 bahwa teknologi merupakan skala priroritas dan acuan utama manusia dalam menjalankan peradabannya.

            Dari beberapa riset yang dilakukan oleh penulis dengan mengikuti beberapa forum diskusi dan bincang-bincang bersama beberapa ahli di dunia pendidikan dan beberapa Rektor Perguruan Tinggi ternama Indonesia, disimpulkan dengan pembahasan yang mari kita bahaskan bersama.

            Upaya terbesar yang dilakukan seluruh lembaga pendidikan dan perguruan tinggi di Indonesia adalah menjaga nyala dan gairah belajar seluruh elemen pendidikan, dalam hal ini media pembelajaran adalah kunci utama dan didukung oleh digital content yang berkualitas. Muhamad Hasan Chabibie selaku Plt. Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemendikbud Ristek memberikan pernyataan terkait langkah pengupayaan yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kualitas media dan isi konten di dalamnya. Kemendikbud Ristek mengeluarkan edaran terkait beragam aplikasi yang dikembangkan yaitu rumah belajar, rumah edukasi, dan suara edukasi. Beliau juga menyatakan bahwa Kemendikbud Ristek menganalisa segala kendala yang dialamin peserta didik dalam pembelajaran kemudian mengupayakan solusi untuk menyelesaikannya, diantaranya seperti kendala gatget yang kurang memadai maka pemerintah memberikan bantuan jutaan gatget dan menyelenggarakan progam BDR (Belajar Dari Rumah) lewat siaran televisi dan radio, kendala kuoata yang mahal diatasi dengan pemberian kartu paket dan kuota gratis, kemudian kendala konten yang diatasi dengan peningkatan mutu SDM dan mutu aplikasi media yang digunakan.

            Aju Widyasari selaku Direktur Telekomunikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika juga memberikan stattement terkait penyikapan terhadap problem digitalisasi pendidikan. Beliau menyatakan bahwa banyak daerah yang belum terakomodir secara sempurna, terkhusus daera 3T (terluar, tertinggal, terdepan) yang belum tercover internet 4G. Disini yang dilakukan pemerintah beserta seluruh elemen lain adalah menyediakan akses internet yang berupa kuota gratis dan infastruktur komunikasi yang menjangkau daerah 3T tersebut, akses internet yang diprioritaskan minimal telah 4G.

            Beberapa lembaga Perguruan Tinggi sebagai pelaksana utama kegiatan pembelajaran dan seluruh aktivitas pendidikan juga tidak tinggal diam dalam menyikapi problema digitalisasi pendidikan ini. Prof. Dr. Ir. Mochamad Ashari MEng. selaku Rektor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) mengutarakan bahwa pada zaman ini memiliki core utama yaitu teknologi sehingga seluruh lembaga pendidikan dinilai harus memprioritaskan pengembangan teknologi dalam mengiringi perkembangan zaman, dalam prosesnya perlu dikembangkan future educatioan (edukasi bersistem digital) yang diselenggarakan secara masif diseluruh lembaga pendidikan. Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph. D. Memberikan menyatakan bahwa pandemi memang memaksa pendidikan nasional beralih ke sistem digital, keterpaksaan menjadi dorongan telak dan dorongan menjadi perubahan yang cepat. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa keterpaksaan dalam penyelenggaraan digitalisasi merupakan hal yang dibenarkan tetapi dengan keterpaksaan tersebut justru harus menjadi dorongan untuk perubahan yang lebih maju, dan pengelolaan yang tepat demi keselamatan aset SDM nasional. Berlanjut Yusep Rusmansyah selaku Direktur Pengembangan Pendidikan ITB mengutarakan bahwa diantara upaya yang dilakukan ITB adalah menyiapkan wahan ajar yang berkualitas bagi seluruh peserta didik di Indonesia, melakukan workshop pelatihan dan pendampingan terkait sistem pendidikan digital, serta layanan akomodasi untuk daear 3T berupa 5000 tablet gratis dan ribuan kuota 4G gratis.

            Najeela Shihab selaku pendidik dan tenaga ahli pendidikan mengutarakan bahwa pendidikan memiliki dimensi dan instrumen yang sangat luas, digitalisasi merupakan salah satu masalah diantara ribuan permasalahan pendidikan yang harus terselesaikan. Digitalisasi memberikan tantangan dan kesenjangan nyata yang membuat seluruh lapisan penyelenggara pendidikan tertatih-tatih dan tergagap-gagap. Ketika terjadi peralihan sistem pendidikan kedalam dunia virtual dan daring menimbulkan berbagai problema seperti intensitas keterlibatan orangtua, kondisi geografi, anak yang bekebutuhan khusus, pemahaman terkait materi, kedisiplinan, pembinaan kecerdasan emosional peserta didik, dan masik banyak lagi. Banyak dari peserta didik yang melontarkan pertanyaan menohok seperti, masih relevankah pendidikan? Untuk apa menempuh jenjang pendidikan kalau ujungnya tak faham?. Digitalisasi merupakan sistem yang ditujukan dengan perbaikan kualitas setiap personality peserta didik, bukan perbaikan sistem dan media melulu yang seakan selalu menjadi prioritas utama. Inovasi bukan hanya menyangkut supervisual (gatget, teknologi dll.) tetapi inovasi dalam pendagogik baru dan kompetensi baru bagi peserta didik. Tantangan nyata digitalisasi bukan hanya soal learning loss atau kesulitan assesment tetapi juga penyikapan terkait kebutuhan sosial emosional peserta didik termasuk academic integrity atau kedisiplinan yang harus juga diutamakan.

            Banyak sekali progam yang telah menawarkan bantuan akomodir logistik pendidikan seperti kuota, tablet, gatget¸ dan aplikasi, tetapi titik permasalahan yang sebenarnya adalah pemaksimalan dari media dan metode yang telah diaplikasikan tersebut. Banyak sekali tenaga pendidik yang masih tergagap-gagap karena kaget, karena belum siap menjalankan sistem pendidikan secara virtual, hal ini juga merupakan PR besar yang harus segera terselesaikan karena pemahaman sistem diawali dari pendidik, ketika pendidik kesulitan beradaptasi dengan sistem digital maka peserta didik akan semakin lebih terpotang-panting tak tentu arah.

Kemudian kesejahteraan emosional peserta didik juga perlu perhatian besar. Evaluasi dari penyelenggaraan pendidikan diawal pandemi memberikan data bahwa peserta didik ditempatkan hanya sebatas sebagai objek, hal ini secara jelas memangkas peran peserta didik sebagai salah satu instrumen pembelajaran, peserta didik yang seharusnya menjalin interaksi dengan pendidik justru hanya sebatas objek yang diberikan bertumpuk-tumpuk materi yang harus difahami tanpa metode yang berarti. Kesejahteraan emosional terkait kenyamanan penggunaan media, kenyamanan belajar, rasa kesepian, jeunuh atau bosan, dan minat belajar merupakan permasalahan utama yang kurang disorot, hal ini menjadi PR utama pemerintah dan lembaga pendidikan untuk bersinergi dan mewujudkan sistem tata kelola pembelajaran yang lebih efektif dengan melibatkan interaksi secara maksimal antara pendidik dan peserta didik. Dalam hal ini pemerintah memberikan akses dan jalan berupa akomodir logistik dan sistem yang sudah terintegrasi sacara mumpuni yang kemudian diimplementasikan kedalam bentuk kegiatan pelatihan pengajaran bagi seluruh tenaha pendidik, dan tenaga pendidik menjadi pion terdepan dalam memaksimalkan proses pembelajaran dengan menemukan setiap unsur terkecil dari kendala peserta didik dalam belajar yang kemudian menjadi bahan evalusasi, pendidik nberperan sebagai fasilitator yang aktif bukan pasif dengan selalu membina interaksi dengan peserta didik secsara efektif dan efisien. Sejalan dengan peralihan era yang pada tahun 2019 telah dilantangkan era baru Society 5.0, yaitu era dimana manusia harus ditempatkan sebagai pelaku utama dalam peradaban, manusia bukan hanya sebatas objek yang bisa dikendalikan dan digeser oleh ciptaanya sendiri (teknologi). Era Society 5.0 merupakan era yang tercipta akibat respon terhadap semakin pesatnya perkembangan teknologi akibat era 4.0, era dimana manusia harus kembali dimanusiakan! Bukannya teknologi yang semakin diagungkan!

Dari uraian pembahasan diatas disimpulkan bahwa pandemi memberikan impact yang sangat luar biasa dan bertahan sangat lama, sehingga menuntut zaman harus beralih peradaban kearah digitalisasi. Pandemi memaksa seluruh sektor kehidupan untuk beralih dalam dunia virtual, daring atau digital, hal ini membuat selurh masyarakat tergagap-gagap dan kebingungan diawal. Tetapi, dengan keterpaksaan ini justru menjadi berkah tersendiri dalam memajukan sistem teknologi Negri, juga menjali evaluasi dan tolak ukur bahwa masih banyak sekali kelemahan dan kekurangan yang harus segera diperbaiki oleh seluruh lapisan pemangku kebijakan, tenaga ahli, pengamat, masyarakat luas., dan kita selaku pemuda yang membawa perubahan baik kelak dikemudian hari. Wish You Victory !!!

Post a Comment

0 Comments