Positioning dalam Dinamika Golongan
Rizky Ahmad Fahrezi
Budaya menggolong-golong sudah
menjadi salah satu bagian tersendiri yang melekat pada kehidupan manusia sejak
zaman dahulu kala. Manusia selalu memiliki hasrat dan ambisi yang kemudian dimanifestasikan
dalam bentuk tindakan untuk mewujudkan tujuan. Hal ini menjadi sebuah fitrah
tersendiri bagi setiap individu dimana kesejahteraan pastilah akan dikejar
dengan berbagai cara dan upaya, baik dilakukan secara otodidak maupun membuat
suatu perhimpunan sehingga menjadi sebuah golongan. Pada dasarnya manusia tidak
mampu hidup sendiri, mereka akan senantiasa bersama dan bergantung pada manusia
lain, manusia saling membutuhkan dan harus selalu bersosialisasi. Oleh karena
itu, manusia akan senantiasa mencari dan mengumpulkan sesamanya untuk mencapai
tujuan bersama, kemudian membentuk kelompok-kelompok tertentu dalam rangka
pemenuhan kebutuhan dan tujuan hidup.
Banyak
kita temui berbagai golongan, komunitas` atau organisasi menghiasi dinamika
kehidupan di segala sektor, hal ini tidak dapat dipisahkan dari segala intrik
perjalanan kehidupan. Banyak problematika hidup yang harus diselesaikan dengan
cara meggerakkan banyak kuantitas untuk berfikir, bergerak, dan berjuang untuk
merealisasikan tujuan. Sebut saja peristiwa kemerdekaan Indonesia, Indonesia
mungkin tidak akan pernah lulus dari ujian penjajahan tanpa perjuangan para
pahlawan dalam skala besar, maksutnya disini adalah perjuangan yang didasari
dengan bahu-membahu bersama-sama bergerak satu tujuan untuk memerdekaan bangsa
dengan dasar persatuan, persatuan dari segala penjuru putra-putri bangsa yang
kemudian menciptakan kekuatan besar sehingga mampu berfikir kritis, mendobrak
penindasan, dan berjuang meruntuhkan pilar-pilar penjajahan. Banyak perhimpunan
atau organisasi pra kemerdekaan yang berjuang mati-matian demi mewujudkan apa
itu arti kemerdekaan, sebut saja Bordi Oetomo, Sarekat Islam, Indische Partij,
Perhimpunan Indonesia, dan perkumpulan pemuda yang kemudian menciptakan Sumpah
Pemuda.
Kelompok
atau golongan-golongan seperti diatas menjadi poin positif tersendiri dari manifestasi peran serta
manusia dalam mencari dan mewujudkan kesejahteraan, namun banyak juga kelompok
atau golongan yang didirikan dengan dasar kontestasi kepentingan sehingga memiliki
tujuan untuk memenangkan golongannya sendiri dengan meniadakan kesejahteraan
pada golongan lain, hal ini menjadikan suatu interaksi antar sejumlah golongan
menjadi gesekan tajam yang kemudian menimbulkan konflik kepentingan, karena
pada dasarnya setiap golongan pasti memiliki tujuan dan orientasi
masing-masing. Fenomena seperti ini tidak akan pernah lepas dari kehidupan kita
sehari-hari sehingga kita harus pintar-pintar memposisikan diri (positioning) agar tidak
terombang-ambing dan terjerumus dalam sebuah lingkaran yang dipenuhi orientasi
buta.
Konflik
antar golongan sudah menjadi kelaziman tersendiri sejak zaman dahulu, bahkan
sejak zaman sebelum kepemimpinan Rasulullah SAW, bangsa Arab tidak pernah lepas
dari konflik antar golongan atau disebut kabilah. Perselisihan antar
kabilah-kabilah bangsa Arab menjadi sebuah hal yang sering tak terhindarkan
bahkan sampai menimbulkan perang saudara yang berlarut-larut, salah satu contoh
perselisihan kabilah paling terkenal adalah konflik antara dua kabilah
bersaudara yaitu Bakr dan Taghlib. Tidak tanggung-tanggung, permusuhan dua
kabilah tersebut berlangsung hingga 40 tahun lamanya. Hal ini menggambarkan
bahwa gesekan yang terjadi antar golongan atau kelompok merupakan hal yang selalu
mengiringi dinamika kehidupan sampai akhir hayat manusia, karena pada sejatinya
semua manusia memiliki pola pikir, tujuan hidup, paradigma, dan arah gerakan yang
berbeda, beda kepala beda pemikiran, maka dari itu gesekan antara perbedaan kepentingan
lumrah terjadi.
Perselisihan
atau konflik terjadi akibat situasi berseberangan antar pihak atau kelompok,
suatu pihak menganggap bahwa pihak lain menjadi penggalang kelancaran mencapai
tujuan, begitupun sebaliknya. Konflik adalah proses yang dimulai ketika suatu
pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain
memberi pengaruh negatif. Menurut Nurdjana (1994) mendefinisikan konflik
sebagai akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau
berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya
saling terganggu. Kondisi ini terjadi berlarut-larut sehingga membutuhkan support system dari orang lain untuk
bersama membela kepentingan sebuah pihak, hal ini mengakibatkan permasalahan
semakin melebar dengan berlomba-lomba mencari massa baru untuk memenangkan
pihak masing-masing, fenomena ini sering terjadi pada sebuah kontestasi
kepentingan, dan kontestasi kepentingan berhubungan erat dengan polemik politik
kekuasaan dan kejayaan.
Sebuah
golongan, kelompok atau fraksi pasti memiliki tujuan tertentu yang selalu
diupayakan untuk keberhasilan pencapaiannya, sebuah golongan pasti memiliki anggota yang harus diupayakan
kesejahteraannya secara masif, bentuk pengayoman anggota tersebut dapat
diberikan dengan sebuah reward tersendiri
setelah tujuan-tujuannya telah dianggap sukses, hal ini menjadikan setiap
anggota kelompok pasti memiliki loyalitas tertentu yang mendasari mereka
membela dan secara progresif berjuang demi keberhasilan kelompok atau
golongannya, meskipun terkadang menempuh jalur kontestasi yang cenderung
berusaha menyisihkan golongan lain yang dianggap kompetitornya. Hal ini terjadi
secara terus-menerus sehingga wajar didapati ketika sebuah golongan yang kalah
akan tersisihkan bahkan lenyap.
Bagaimana
kita menyikapi dinamika kepentingan golongan seperti itu? Bagaimana kita secara
bijak memposisikan diri ? mari kita bahas dan belajar bersama...
Sebagai
khalayak muda tentunya kita tidak akan lepas dari gerak-gerik sebuah
kepentingan golongan, bahkan bisa jadi kita adalah salah satu elemen yang join
kedalam sebuah golongan yang berkepentingan, bisa jadi komunitas, organisasi,
atau lembaga. Dalam setiap aktivitas golongan seperti itu, tak jarang kita
menemui gesekan-gesekan yang pada akhirnya menjadi sebuah konflik panjang. Sebagai
khalayak muda yang tentunya tidak mau terombang-ambing atau terjerumus kedalam
orientasi buta, kita harus mampu menempatkan diri sebijak mungkin dengan selalu
mempertimbangkan fikiran, tujuan, arah dan langkah-langkah dalam setiap
pengambilan keputusan, apapun yang kita putuskan akan berdampak besar bagi
kehidupan kita kedepan, termasuk pemilihan paradigma, orientasi fikiran dan
golongan yang akan kita ikuti. Kita harus banyak melakukan pengamatan sebelum
mengambil keputusan, kemampuan searching dan
observating harus betul-betul
dikembangkan sebelum menentuan decision.
Tahap
pertama adalah membulatkan niat dan tekad kita, tentunya niat yang kuat akan menentukan arah tujuan
kita untuk selalu berjalan on straight
hingga mencapai keberhasilan, tekad yang kuat akan menciptakan sebuah kinerja
yang alot dan progresif hingga terwujudnya
karakter professional. Setelah niat dan tekad telah dibulatkan maka selanjutnya
adalah menentukan tujuan dan lagkah-langkah kita dalam mewujudkannya, kemudian
membuat sebuah planning yang
tersistem beserta step yang akan
memanifestasikan semua plan tersebut.
Sambil berjalannya waktu, kombinasi dari semua poin diatas akan menciptakan
sebuah mekanisme proses yang akan kita jalani, sebuah mekanisme yang sukses
selalu beriringan dengan suatu pribadi yang professional.
Dalam
dinamika proses tersebut, tentunya kita membutuhkan orang lain untuk diajak
bekerjasama, sebuah kesuksesan yang hakiki tidak akan pernah terwujud tanpa
keikutsertaan orang lain yang menjadi support
system kita, oleh karena itu banyak pebisnis yang sukses akan mewujudkan
mimpinya yang lebih besar dengan membangun kerjasama yang lebih luas dengan
orang lain atau mitra lain. Dalam sebuah proses, tidak dipungkiri banyak orang
yang berusaha menjalin hubungan sosial dengan mengikuti sejulah komunitas atau
kelompok, seperti halnya khalayak muda yang menjalani prosesnya dengan
mengikuti sebuah organisasi. Di sebuah organisasilah ilmu-ilmu baru akan kita
temui, sebut saja leadership, akuntabilitas,
administratif, public speaking,
manajemen konflik, dan masih banyak lagi.
Sebagai
khalayak muda yang ikut serta dalam dinamika golongan atau organisasi, jangan
kaget ketika menemui sebuah polemik gesekan antar kepentingan. Memang terkadang
hal seperti ini menyurutkan semangat kita dalam berproses, tetapi perlu kita
sadari inilah salah satu jalan yang harus ditempuh untuk menyukseskan proses
tersebut, memang terasa terjal tetapi harus tetap kita lewati demi tercapainya
tujuan daripada menghindar atau seakan putar balik yang malah menjadikan kita sampai
di titik nol lagi. Konflik bukanlah
suatu hal yang harus dihindari, tetapi dijadikan sebagai dinamisator kehidupan
sehingga akan semakin berkembang. Justru dengan tanpa adanya konflik
seorang individu atau kelompok akan stagnant
atau tidak berkembang.
Dalam
dinamika golongan, konflik selalu mengarah pada pembelaan terhadap kepentingan
tertentu, dan bisa jadi kita adalah salah satu unsur yang ikut serta dalam dinamika
tersebut, baik secara sadar maupun tidak sadar. Sebuah polemik kepentingan selalu
menciptakan kontestasi dalam segala hal, seperti kontestasi pemahaman yang
kemudian mengarah pada militansi anggota dengan menggaungkan doktrin tertentu
untuk menguatkan loyalitas dalam membela golongannya, hal ini juga berlaku
dalam setiap pencarian dan perekrutan anggota baru yang seakan-akan menjadi
salah satu prioritas utama untuk menggemukkan kuantitas anggota sebanyak
mungkin, kuantitas menjadi salah satu indikator kekuatan. Dalam perlombaan
tersebut sering kali ditemui bermacam-macam golongan yang menyebarkan pemahaman
dan ajarannya kepada banyak orang. Ketika menemui hal tersebut, tentunya
sebagai khalayak muda yang tidak mudah terpengaruh, harus memiliki pendirian
kuat yang akan dimiliki dengan penguatan niat dan tekad seperti pembahasan diatas.
Kemudian mempertimbangkan beragam argumen dan ajaran sebelum menilai mana yang
paling benar, menilai semua ajaran yang digaungkan oleh bermacam-macam golongan
menjadi sebatas perspektif yang selalu dikaji kedepannya. Hal yang perlu
dipahami bahwa tidak semua ajaran akan menjadi perspektif yang bersifat buruk,
hanya saja pemilihan keputusan pembenaran terhadap sebuah perspektif yang harus sesuai dengan orientasi kita diawal.
Sebagai
individu yang mungkin masih berupaya mencari wadah yang palin tepat, tentunya
pertimbangan akan perspektif diatas menjadi penting adanya sebelum memutuskan
untuk memilik ikut serta dalam wadah (golongan yang mana). Sebagai individu
yang mungkin sudah mengikutsertakan diri pada golongan tertentu, bentuk
pertimbangan tersebut bukan berarti akan menciptakan sebuah bahan yang nantinya
akan menjadi salah satu alat untuk menyalahkan atau memerangi golongan lain,
tetapi menjadikan kita lebih bijak untuk menilai golongan lain sebagai golongan
yang belum tentu selalu terstigma buruk, karena pada hakikatnya semua golongan
memiliki tujuan baik, hanya saja perspektif berbeda antar golongan yang
menimbulkan pemikiran konservatif untuk
menguatkan golongannya masing-masing dengan menetapkan golongan lain sebagai
lawan atau kompetitor.
Tentunya
sebuah konflik bukan merupakan hal yang dapat diilhami begitu saja, konflik
selalu membawa sebuah perpecahan dan kehancuran, oleh karena itu memang
sebaiknya dihindari atau diselesaikan. Sebagai individu yang matang, kita
harus berfikir lebih dingin untuk menyikapi
perbedaan kepentingan tersebut, tidak dengan mudah menyalahkan golongan lain
atau membernarkan golongan sendiri, tidak mudah menyalahkan perspektif lain
yang berbeda atau membenarkan perspektifnya sendiri. Semua golongan memiliki
tujuan masing-masing yang pastinya hal ini menjadi sebuah hak tersendiri tanpa
harus kita usik, sebuah gesekan pada semestinya harus dijadikan sebagai
kontestasi wajar yang dilaksanakan secara sehat, tanpa saling menyikut dan
merendahkan. Pemahaman yang selalu membenarkan golongan sendiri cenderung
mengarah pada pemikiran konservatif ekstrim yang tentunya tidak baik apabila
diterapkan dalam kehidupan sosial, faham konservatif memang sangatlah penting
untuk membela dan melindungi sebuah identitas kelompok atau golongan, tetapi tidak
semestinya hal ini diiringi dengan merendahkan atau menyikat habis kompetitor
yang berbeda haluan dengan cara yang tidak sehat.
Sebagai
khalayak muda yang bijak, harus senantiasa penuh pertimbangan dan analisa yang
matang dalam menyikapi setiap dinamika kepentingan golongan, menempatkan diri
semoderat mungkin, menjadi figur yang memberi jalan tengah untuk beragam
persoalan dan polemik. Selalu berusaha menggali informasi dan ilmu sedalam mungkin,
membandingkan dan menilai beragam perspektif yang kemudian dijadikan sebagai
pembelajaran, menghindari segala bentuk yang mengamini perspektif tunggal,
bahkan kalau perlu selalu berupaya memburu perspektif orang atau golongan lain,
setiap perspektif akan selalu menciptakan ilmu tersendiri yang sangat penting
untuk dipelajari, karena perspektif tunggal akan menyebabkan kita memiliki
orientasi buta !, dengan orientasi buta maka kita akan mudah menyalahkan orang
atau golongan lain, this is not cool.
Berusaha menjadikan segala bentuk kontestasi hanya sebatas polemik kepentingan
yang tidak harus dibawa-bawa dalam konflik antar personal, menjadikan
kontestasi sebagai bentuk kompetisi wajar yang pasti ada masa tenggatnya,
selebinya kembali care dengan
sama-sama menciptakan tatanan dinamis untuk lahan berproses demi mewujudkan
kesejahteraan tanpa saling menjatuhkan.
Semakin
kita menggali dan mendalami beragam perspektif, maka kebenaran pasti akan ditemukan.
Kebenaran bukanlah suatu hal yang bersumber pada perspektif tunggal, melainkan
sebuah pemahaman yang tercipta akibat keselarasan dari beragam penyatuan
perspektif yang kemudian menciptakan kemanfaatan bersama. Ibarat sebuah
permasalahan yang diselesaikan dengan musyawarah untuk mencapai kesepakatan
bersama tanpa ada pihak yang dirugikan. Keep
up the process and Wish you victory...!
SUMBER
:
Rosana,
Ellya. 2015. Konflik Pada Kehidupan
Masyarakat (Telaah Mengenai Teori Dan Penyelesaian Konflik Pada Masyarakat
Modern)
Sulaiman, Eman. 2013. Hukum Dan Kepentingan
Masyarakat (Memosisikan Hukum
sebagai Penyeimbang Kepentingan
Masyarakat) Jurnal
Hukum Diktum, Volume 11, Nomor
1.
( Fak.
Syariah dan Hukum: UIN Alauddin)
Timpe,
A. Dale. 1991. Memimpin Manusia,
Jakarta: Gramedia
0 Comments