Source : pexels.com
Memasuki
zaman yang semakin berkembang, banyak instrument kehidupan yang juga semakin
berkembang pesat bahkan berubah. Perkembangan tidak hanya pada benda-benda yang
bersifat material seperti teknologi, alat pemenuh kebutuhan, sarana, dan
fasilitas. Namun, unsur yang bersifat immaterial juga mengalami perkembangan
seperti pola pikir, paradigma, sudut pandang, orientasi, visi memandang hidup,
standarisasi budaya, bahkan perasaan. Dibalik perkembangan zaman tersebut,
tentu banyak sekali hal yang bisa dibahaskan, salah satunya adalah pandangan
manusia zaman sekarang dalam memaknai hidup, memproses hidup, dan menghasilkan
sesuatu dalam hidupnya.
Manusia
yang berada pada satu masa atau angkatan hidup tertentu disebut dengan
generasi. Generasi menurut KBBI adalah kumpulan individu yang memiliki waktu hidup yang sama. Perkembangan zaman menjadikan istilah
untuk menyebut generasi juga mengalami perubahan. Sebut saja :
§ Generasi
Pre Boomer atau Silent Generation pada rentang zaman sebelum tahun
1945
§ Generasi
Baby Boomers pada rentang tahun 1946-1964
§ Generasi
X pada rentang tahun 1965-1980
§ Generasi
Milenial pada rentang tahun 1981-1996
§ Generasi
Z pada rentang tahun 1997-2012
§ Dan
generasi Alpha pada rentang tahun 2013-2025.
Klasifikasi
tersebut berdasarkan paparan dari Journey Matters yang mengklasifikasi
tipe generasi berdasarkan tahun kelahiran. Klasifikasi generasi tersebut juga
mejelaskan perbedaan cara pandang hidup dan karakter yang signifikan.
Bertali
pada kondisi era sekarang, penduduk dunia didominasi oleh generasi Z. Di
Indonesia sendiri, dikutip dari hasil sensus penduduk pada tahun 2020 bahwa
generasi Z telah mencapai populasi sebanyak 75, 49 jiwa yang artinya hamper
mencapai persentase 28% dari total persentase penduduk Indonesia. Generasi Z
mengungguli populasi generasi lainnya, sehingga dikatakan bahwa potensi
terbesar Bangsa Indonesia dimasa mendatang berada di tangan-tangan generasi Z
sehingga menjadikannya sebagai bonus demografi terbesar.
Selanjutnya
menarik untuk dibahasakan terkait pandangan bepikir generasi Z di zaman modern
ini dalam memaknai kehidupan. Genererasi Z atau Gen-Z menjadi angkatan generasi
yang paling terdampak pada kemajuan teknologi, apalagi teknologi informasi
berbasis digital. Dikatakan bahwa siapa anak zaman sekarang yang tidak memiliki
ponsel?, tidak memiliki media sosial?, tidak update viralitas media?. Dari
pertanyaan tersebut dapat ditarik jawaban general bahwa hampir semua
generasi muda pasti mayoritas memiliki ponsel, aktif bermedia sosial, dan
responsif terhadap perkembangan budaya digital yang sedang viral.
Kemajuan
teknologi membawa dampak positif yang sangat besar bagi kelajuan peradaban.
Teknologi membawa berbagai kemudahan, kecepatan, dan kepraktisan. Hal itu
menjadikan accessibility manusia menjadi terbuka tanpa mengenal
batas-batas yang mengekang. Keteraksesan informasi, aktivitas, pekerjaan, dan
pemenuhan kebutuhan hidup menjadi serba terbuka dan praktis, sebut saja fitur
ojek online yang memberi kemudahan dalam bepergian bahkan memesan makanan tanpa
repot beranjak dari rumah.
Namun,
dibalik kemudahan yang diberikan pada zaman modern ini, banyak sisi lain yang
menjadi perbincangan tersendiri dan perlu untuk dikupas, dikritisi, bahkan di
sikapi. Sisi dimana menjadikan manusia menjadi terlalu konsumtif, pasif,
pragmatis, dan tidak produktif akibat kemudahan dari zaman modern ini. Tak
terkecuali gen Z yang menjadi dominansi pada penggunaan berbagai fasilitas
zaman ini, menjadi subjek tersendiri yang mengkonsumsi berbagai kemudahan
zaman. Sehingga budaya instan, pragmatis, konsumtif, bahkan terlalu materialis bisa
terindikasi menjangkiti generasi Z.
Pola
pikir yang terlalu instan dikawatirkan akan menimbulkan indikasi berbagai
dampak negatif dan mengurangi value atau capacity generasi
masa kini. Mungkin beberapa fenomena sering kita temui bahkan kita lakukan
sendiri. Seperti contoh ketika fenomena joki skripsi semakin marak
diminati oleh sejumlah mahasiswa, dimana hal tersebut menjadi jalan pintas
ketika seorang mahasiswa enggan untuk bersusah payah melakukan penelitian, hal
tersebut dikawatirkan menjadi suatu kebohongan akademik yang tentunya
berpengaruh pada value dan kompetensi intelektual generasi masa kini.
Semisal juga ketika ditemui
seorang anak yang kecanduan belanja online di sebuah marketplace, dimana
banyak marketplace yang menawarkan berbagai kemudahan, kecepatan, dan
kelengkapan dalam berbelanja belum lagi banyak fitur gratis ongkir yang
ditawarkan, hal tersebut dapat menjadikan seseorang menjadi terlalu konsumtif
atau kecanduan berbelanja dengan indikasi banyaknya pembelian barang-barang
yang sebenarnya tidak terlalu penting. Fenomena tersebut menunjukkan budaya
konsumtif yang tinggi, yang dikawatirkan akan menjadikan seseorang semakin
pasif, non-produktif, dan materialis (orientasi pada kepemilikan benda)
berlebihan.
Dikutip
dari Binus Uiversity disebutkan bahwa Gen Z tumbuh erat dengan perkembangan
teknologi, sehingga membuatnya terbiasa hidup di lingkungan yang serba cepat
dan mudah dengan keteraksesan segala sesuatu melalui perangkat yang dinamakan smartphone.
Di satu sisi, Gen Z merupakan generasi yang tumbuh di era yang mana mayoritas keluarga
secara ekonomi rata-rata lebih stabil, sehingga Gen Z juga secara umum tumbuh
di lingkungan yang cukup nyaman dan dan kebutuhan materi yang terpenuhi. Secara
Pendidikan, para Gen Z juga memiliki kesempatan untuk bisa sekolah di
sekolah-sekolah pilihan atau sekolah favorit sesuai versinya masing-masing.
Di
sisi lain, karena Gen Z hidup di zaman yang serba cepat, Gen Z cenderung kurang
sabar dan kerap mengharapkan hasil yang instan. Secara kapasitas kognitif, gen
Z cepat belajar. Namun kurang sabar dalam menjalani prosesnya, sehingga
terkadang mereka mudah menyerah ketika dihadapkan pada kesulitan. Sebuah kebiasaan
berproses yang dinilai semakin mengendur, kebiasaan jatuh bangun menghadapi
kesulitan dalam menjalani sebuah usaha dinilai semakin melemah. Sehingga Gen Z identik
dengan kata serba Instan.
Menilik
kata instan, menurut KBBI adalah sebuah tindakan yang langsung (tanpa dimasak) dapat
diminum atau dimakan (dalam konteks makanan). Dari pengertian tersebut, ditarik
makna bahwa instan adalah sebuah tindakan yang minim proses dengan hasil sesuai
adanya. Hal instan sering disalah artikan dengan konteks praktis, sesuatu yang
instan diidentikkan dengan hal praktis yang memudahkan manusia. Namun, penjabaran
ini dapat disenadakan dengan filsafat praktisisme yang memiliki makna pendekatan
aktivitas berfilsafat pada kehidupan sehari-hari menyangkut sesuatu yang
semestinya ada. Namun, filsafat praktis bukan berarti mengajarkan kepraktisan instan
dalam berfikir filsafat dan mengaktualisasikan aktivitas filsafat, justru
filsafat praktis selalu didasarkan pada studi yang serius dan mendalam, maksutnya
ditujukan untuk menciptakan jalinan kegiatan berfilsafat untuk menyasar
kehidupan lebih konkrit bukan hanya konsep abstrak belaka.
Sehingga
kata instan sebenarnya belum tentu bisa dihubungkan dengan istilah praktis dalam
menjalani sebuah tindakan. Istilah praktis selalu bisa dikonotasikan sebagai
makna positif dalam kegiatan kinerja, sebuah kerja dikatakan praktis apabila
mudah, gampang, dan hasilnya pun memungkinkan untuk cukup memuaskan. Kata instan
menjadi perbincangan tersendiri dengan konotasi negative yang memiliki makna
mudah, gampang, namun minim proses, dan hasilnya belum tentu memuaskan.
Kemajuan
teknologi informasi telah merubah kebiasaan dan pola pikir (mindset),
bahkan sikap sehari-hari. Kebiasaan manual menjadi serba digital. Pola pikir
yang rumit menjadi lebih sederhana. Sikap hati-hati menjadi permisif, kurang
sensitif, bahkan reaktif. Budaya instan benar-benar merubah sikap (watak) masyarakat.
Generasi Z menjadi objek paling tinggi dan riskan terdampak pengaruh kemajuan
tersebut. Budaya serba cepat dan mudah menjadikan generasi masa kini semakin
berfikir akseleratif dengan meminimalisir usaha, daya, dan tenaga dengan hasil
yang mampu didapat namun dengan value yang rendah.
Paradigma
instan menjadi sebab hilangnya budaya proses, perjuangan, pendalaman, dan jerih
payah terhadap sebuah usaha untuk meraih tujuan. Dengan pemikiran instan,
seseorang menjadi lebih pasif dan kurang inklusif dalam menjalani suatu
aktivitas. Kecenderungan ini bertolak belakang dengan harapan kapasitas yang
akan di dapat, seseorang yang minim usaha dan perjuangan tentunya tidak akan
mendapat hasil yang berkualitas. Seperti maraknya fenomena generasi copy
paste, dan banyaknya hal yang bersifat serba dadakan seperti mendadak religius,
mendadak ingin kaya, mendadak ingin viral dan terkenal.
Belum
lagi nilai perjuangan dan proses sering dibenturkan pada isu kesehatan mental.
Generasi Z yang sangat identik dengan permasalahan mental. Hal yang membuat susah,
dikaitkan dengan bahaya dampak terhadap kesehatan mental. Beban mental tersebut
bahkan membuat lebih dari separuh GenZ mengalami permasalahan mental. Terbesar
adalah di Asia sebesar 51 persen Gen Z alami bad mental health issue
seperti mengutip Studi Tahunan AXA Mind Health and Wellbeing 2023.
Tidak
hanya konteks instan yang menjadi fenomena yang dikhawatirkan menjangkiti
generasi Z, adapula istilah terlalu materialis yang dinilai terindikasi pada
generasi masa kini.
Manusia
modern saat ini mulai terjebak dalam kehidupan serba material. Paham materialis
ini hanya menyandarkan diri pada hal-hal kebendaan saja dan menolak segala
bentuk pemikiran yang mengarah pada proses dan spiritualitas. Sikap hidup
dengan orientasi materialis akan mendorong seseorang cenderung konsumtif demi mendapatkan
kesenangan dan kepuasaan. Tidak hanya menjadikan pola perilaku yang konsumtif,
paradigma materialis yang berlebihan akan menyebabkan munculnya sifat hedonis,
dimana kesenangan, kenikmatan, dan kemewahan merupakan tujuan utama hidup.
Mengutip
dari artikel Universitas Islam Indonesia, dikatakan bahwa gejala materialis
semakin mengikis nilai sosial masyarakat. Dimana munculnya fenomena masyarakat
yang begitu mudah mempercayai kemampuan seseorang yang bisa mendatangkan
kekayaan secara instan meski irasional Masyarakat yang terjangkit materialisme
cenderung memiliki sikap hidup yang menghargai materi secara berlebihan. Materi
menjadi tolok ukur utama dalam menilai kesuksesan seseorang. Sayangnya, sikap
yang mengukur segala sesuatunya dengan materi ini erat kaitannya dengan
merosotnya nilai-nilai sosial yang menjadi ciri khas bangsa, seperti gotong
royong, sukarela, dan tanpa pamrih.
Generasi
Z tentunya menjadi bagian masyarakat yang tersinggungkan dengan fenomena ini. Indikasi
tersebut muncul dari penilaian subjektif berdasarkan budaya generasi masa kini
yang cenderung berorientasi pada kepemilikan materi, sesuatu dikatakan berhasil
apabila telah menghasilkan suatu materi, bisa merupa benda maupun finansial. Terlebih
generasi Z mendapati berbagai macam kemudahan akibat budaya konsumsi kemajuan
teknologi, jika ini berlebihan tentunya akan mengikis budaya berjuang,
berproses, upgrade diri, dan penjajakan experience.
Dari
pengamatan yang dilakukan terhadap pola fenomena materialis terindikasi menjangkiti
generasi Z diantaranya :
§ Mengendurnya
semangat berproses. Hal ini didapati ketika fenomena beberapa
pelajar dan mahasiswa enggan memproseskan dirinya dalam berbagai peningkatan
kapasitas, kegiatan ekstra, organisasi, ataupun upgrading personal intellectual.
Generasi masa kini dinilai kurang berminat pada kegiatan-kegiatan yang terlalu
menguras waktunya dan terkesan repot, seperti berorganisasi atau sekedar mengikuti
pelatihan keterampilan. Terindikasi juga semangat generasi masa kini dalam menjajaki
personal experience seperti mencoba berbagai ketrampilan dan
meningkatkan personal intellectual seperti budaya baca buku, berdiskusi
yang mulai berkurang. Tidak sedikit generasi yang masih memilih untuk
menghindari hal-hal yang mengusik kenyamanannya.
§ Mau
Berproses, Cuma Harus Profit. Fenomena ini dialami oleh
tidak sedikit generasi masa kini, dimana mereka mau berproses, berjuang,
bersusah payah, berorganisasi dan keluar dari zona nyaman asalkan kegiatan-kegiatan
tersebut bisa menghasilkan sesuatu baginya, minimal mendapat profit keuntungan
materil. Hal ini sangat disayangkan karena bentuk wadah berproses sepeti
organisasi banyak yang bersifat pengabdian, sehingga kurang menghasilkan apapun
yang bersifat materil, hal yang didapat dari organisasi ini adalah experience,
relasi, pengetahuan, dan keterampilan baru yang seharusnya lebih bernilai
daripada sekedar materi.
§ Melemahnya
Kesadaran Sosial. Hal ini terindikasi ketika generasi masa
kini cenderung individualis memikirkan jalan hidup dirinya sendiri. Ketika
kebutuhan materi diri belum terpenuhi, ketidak pedulian muncul sebagai bentuk
acuh kepada polemik sosial, masyarakat, dan lingkungan
Pembahasan
ini dimaksutkan untuk menjelaskan indikasi-indikasi sikap instan material yang
dimiliki oleh generasi masa kini (Gen Z) dimana beberapa sikap telah Nampak ada.
Bukan sebagai pembahasan yang semata-mata hanya memberikan judgment negatif
pada generasi Z. Tujuan pembahasan ini adalah memunculkan nilai reflektif dan
reaktif pada fenomena masa kini menyangkut paradigma instan material. Jika
telah terindikasi terjadinya berbagai sikap yang negatif tentunya perlu untuk
disikapi, jika menemukan nilai positif tentunya harus dikuatkan.
Bukan untuk mengkonotasikan generasi Z sebagai penyandang paradigna instan materialis, pembahasan ini diangkat guna mendiskusikan indikasi hal tersebut dan dampak negatif apabila hal tersebut benar-benar telah kronis. Tentunya generasi yang harus memiliki kebijaksanaan agar mampu menggunakan teknologi dan terhindar dari pola instan dan material yang berlebihan. Generasi Z selalu memiliki nilai lebih dibanding generasi lain, generasi yang adaptif, inisiatif, inovatif, dan visioner terhadap kemajuan teknologi. Generasi yang menjadi harapan bangsa di kelak kemudian hari. Wish You Victory…!
Referensi
:
Rijal, Syamsul dan Umiarso. 2019. “Crystallization
of the Value of Materialism in the Formation of Consumeristic Behavior among
the Banda Aceh Urban Communities” Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan. Vol.
34 No. 1.
Ohoitimu, Johanis. 2008. “Pengajaran
Filasafat dan Filsafat Praktis”. Orientasi Baru. Vol. 17. No. 2.
Robingun Suyud El Syam. 2020. “KORELASI
SPIRITUAL TERHADAP BUDAYA INSTAN (Studi Fenomenologi Dialek-Konteks Realitas
Berbagai Sendi Kehidupan)”. Jurnal Paramurobi. Vol. 3, No. 1.
Binus University. Megenal Gen Z. Diakses
pada 20 Novemer 2023. https://parent.binus.ac.id/2023/09/mengenal-gen-z/.
0 Comments