Pemikiran Membangun Sejarah, Pemikiran Menentukan Arah
The Power and Dignity of Thought
Source gambar :quipper.com
Pikiran merupakan bagian
tak terpisahkan dari fitrah manusia. Manusia disebutkan sebagai makhluk yang
berbeda dengan makhluk lain dicirikan secara signifikan dengan kemampuan
berpikir mumpuni yang dimiliki. Manusia menjadi makhluk yang paling sempurna
dengan karunia akal dari Sang Pencipta. Seperti yang diijelaskan dalam surah Al-Isra’
ayat 70 yang memiliki arti:
“Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan..”(Al-Isra’ Ayat 70)
Berdasarkan tafsir dari
Imam As Sa’di yang menyebutkan bahwa kelebihan dan emulian yang diberikan oleh
Allah kepada manusia dalam ayat ini adalah berupa ilmu, akal, diutusnya Rasul,
dan diturunkannya Al-kitab untuk mereka.
Dari sini mampu
dijelaskan secara matang bahwa manusia menjadi makhluk yang memiliki kelebihan
sekaligus peran besar dengan akal berpikir yang dimiliki. Peradaban tidak akan
mampu berjalan tanpa dinamika yang dibangun oleh kemampuan berpikir yang
kemudian menghasilkan produk berpikir.
Menurut Costa, berpikir
pada umumnya dianggap suatu proses kognitif, suatu tindakan mental untuk
memperoleh pengetahuan. Namun diketahui lebih dari itu, berpikir memiliki makna
dan pengoperasian tafsir yang lebih rumit dan kompleks.
Berpikir bukan hanya sebagai
sebuah tindakan kognitif untuk memperoleh pengetahuan. Lebih dari itu, berpikir
mampu dialokasikan sebagai tindakan dalam proses pengampilan keputusan, menelaah
sebuah diskursus, menganalisis suatu domain, tindakan kritis dan kreatif, hingga
menghasilkan produk pemikiran berupa paradigma atau ideologi yang mampu diamini
secara populasi.
Berpikir kritis, proses
dasar bepikir yang digunakan untuk menganalisis argumen dan menghasilkan
pemahaman tentang makna dan interpretasi tertentu. Adapun berpikir kreatif, proses
dasar berpikir digunakan untuk penemuan hal-hal baru, karya seni,
gagasan-gagasan yang konstruktif yang berkaitan dengan persepsi atau konsep. Dengan
itu, dapat disimpulkan bahwa berpikir merupakan proses mental yang sangat rumit
dan kompleks. Berpikir menjadi tindakan lanjut dari berbagai input indera dan
data yang dipanggil dalam memori untuk diolah, diformulasi, dan dinilai
sehingga diperoleh suatu makna.
Berdasarka hal tersebut, pemikiran
menjadi suatu domain yang memiliki keistimewaan luar biasa. The power of
thought! Produk pemikiran memiliki kekuatan dahsyat yang mampu menentukan
arah dinamika tata kelola kehidupan di berbagai sektor, pemikiran juga menjadi
master utama dalam mencipatakn sejarah. Pemikiran membangun sejarah besar yang
telah kita ketahui selama ini. Pemikiran tidak dapat dilepaskan dari kontribusi
dampak yang menyebabkan dinamika sejarah begitu beragam dan fenomenal. Pemikiran
menciptakan arah paradigma manusia secara populasi sehingga menciptakan banyak pergerakan
bahkan pergolakan sejarah.
Kausalitas pemikiran
dengan sejarah. Tindakan manusia dipengaruhi oleh pemikirannya. Tidak hanya itu,
pemikiran mampu mengejawantahkan tindakan manusia yang pada akhirnya
memperngaruhi perjalanan sejarah. Sejarah merupakan peristiwa yang diakibatkan
oleh beragam faktor yang melatarbelakanginya. Sejalan dengan prinsip sebab-akibat
atau kausalitas (causality) yang menopang keilmuan sejarah.
Prinsip berpikir causality
adalah prinsip yang mengaitkan antara akibat (effect) yang niscaya
memiliki penyebab (cause), penyebab (cause) niscaya akan selalu
melahirkan akibat (effect).
Seperti contoh, terlaksananya
peristiwa sejarah yaitu proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945
yang disikapi sebagai akibat (effect) dari sebuah penyebab besar (cause)
yang melatarbelakanginya. Penyebab terjadinya proklamasi tersebut tentunya
kesadaran akan pentingnya sebuah perjuangan oleh tokoh pergerakan Indonesia
dalam melawan penindasan penjajah Belanda dan Jepang. Artinya tanpa penyebab
tersebut, proklamasi Kemerdekaan Indonesia mungkin saja tidak terlaksanana pada
tanggal tersebut.
Prinsip kausalitas tidak
hanya menempatkan peristiwa sejarah sebagai manifestasi dari ekibat (effect)
namun juga sebagai sebab (cause). Sejarah sebagai cause
ditunjukkan dengan pemikira para pelaku sejarah yang melahirkan banyak pengaruh
besar dari buah pemikirannya, pemikiran tersebut melahirkan effect
berupa peristiwa atau kejadian yang terjadi kemudian.
Pemikiran atau ide pelaku
sejarah merupakan penyebab terjadinya sebuah peristiwa sejarah. Pemikiran memberikan
pengaruh besar dalam segala tindakan manusia, kemudian manusia itulah yang menjadi
subjek dalam menciptakan sejarah. Seperti yang dikatakan oleh seorang
cendekiawan yang Bernama Kuntowijoyo, bahwa kita ketahui di Indonesia terdapat
gerakan koperasi yang disitu dipengaruhi oleh pemikiran Moh. Hatta, terdapat
pula kegiatan Pendidikan berupa Taman Siswa yang dipengaruhi oleh pemikiran Ki
Hajar Dewantara.
Dalam konteks keislaman
terdapat 2 ormas besar Islam di Indonesia yang tercipta dari pemikiran tokoh
pendirinya. Nahdlatul Ulama yang dipengaruhi oleh pemikiran Hadratus Syaikh KH.
Muhammad Hasyim Asyari, dan Muhammadiyah yang dipengaruhi oleh pemikitan KH.
Ahmad Dahlan.
Tidak hanya berhenti disitu,
domain pemikiran juga memiliki pengaruh besar dalam menciptakan sebuah ideologi
yang diamini masyarakat luas sehingga menjadi ideologi dunia. Ideologi ini
menciptakan pola pikir, tindakan, dan orientasi hidup secara massif (besar-besaran)
bahkan menciptakan negara adidaya.
Sebut saja pandangan Marxisme
yang merupakan buah pemikiran dari Karl Marx. Marxisme merupakan dasar teori
komunisme modern. Marxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap paham
kapitalisme. kaum kapital dipandang menindas dengan mengorbankan kaum proletary,
pemikiran ini menjadi fondasi besar perlawanan kaum proletary terhadap kaum
kapital.
Kemudian muncul Leninisme
yang merupakan buah pemikiran dari seorang Vladimir Lenin. Leninisme merupakan bagian
dari teori politik organisasi demokratis partai politik revolusioner dan kediktatoran
proletarian sebagai awal dari sosialisme. Leninisme merupakan teori politik dan
ekonomi sosialis yang dikembangkan dari Marxisme dan penafsiran pribadi Lenin
terhadap teori Marxis yang sesuai dengan kondisi sosial masyarakat agraris di
Kekaisaran Rusia. Leninisme merupakan varian yang dominan dari Marxisme yang
selanjutnya menjadi Idologi resmi Uni Soviet.
Kemudian ada Fasisme yang
dikaitkan dengan rezim Italia dan Jerman yang berkuasa setelah Perang Dunia I.
Adolf Hitler di Jerman, Benito Mussolini di Italia, Francisco Franco di Spanyol
dan Juan Perón di Argentina adalah pemimpin fasis paling terkenal di abad
ke-20. Fasisme menggunakan propaganda untuk mempromosikan anti-liberalisme,
menolak hak-hak individu, kebebasan sipil, perusahaan bebas dan demokrasi
anti-sosialisme, menolak prinsip-prinsip ekonomi berdasarkan kerangka sosialis
mengesampingkan kelompok tertentu, seringkali melalui nasionalisme mereka juga
menggunakan kekerasan untuk memperluas pengaruh dan kekuasaan bangsa.
Pada Perang Dunia II
terjadi pertempuran besar antara blok fasis dengan blok komunis (Uni Soviet). Kaum
Fasis disajikan diri mereka sebagai anti-Marxis dan sebagai lawan dari
komunisme Soviet. Secara pandanagn bepikir ekonomi, Fasis menentang Marxisme
(sebagai sebuah gerakan proletar) untuk menjadi ekonomi berbasis kelas
eksklusif. Perang tersebut dilatar belakangi karena Adolf Hitler melanggar
pakta perjanjian untuk tidak saling menyerang t karena ingin menaklukkan
wilayah barat Uni Soviet agar wilayah tersebut diisi oleh warga Jerman. Selain
itu, alasan lain Jerman melanggar kesepakatan dengan Uni Soviet karena ingin
merebut sumber daya minyak di pegunungan Kaukasus.
Dari gambaran peristiwa
tersebut, Ideologi besar dunia selalu menimbulkan beragam pengaruh dan
orientasi dalam kehidupan bernegara, yang bahkan tidak sedikit menimbulkan gesekan
dan menyulut perang. Dengan ini, Ideologi atau pemikiran sangat berpengaruh dalam
seluruh peristiwa bersejarah, hingga kita tahu semacam perang dunia yang merupakan
sejarah kelam dunia dengan beragam dampak yang diberikan setelahnya.
Berdasarkan hal tersebut,
menyimpulkan bahwa pemikiran adalah salah satu domain utama pencipta sejarah
dan penentu arah masa depan. Peristiwa sejarah ikut dipengaruhi pemikiran
manusia, dilatarbelakangi keyakinan bahwa manusia merupakan mahkluk berpikir (homo
sapiens). Pemikiran merupakan aspek yang terkandung di dalam (included)
diri manusia.
Maka sebagai “daging
berpikir”, manusia tidak bisa lepas dari dunia pemikiran. Dalam segala
aktivitas keseharian dalam kehidupan manusia tidak pernah lepas dari ide untuk
mengawali, proses berpikir untuk menjalani, tindakan sebagai manifestasi
berpikir, dan produk sebagai hasil berpikir.
Dengan itu, sebagai
makhluk yang berakal kita tidak selayaknya menyatakan untuk lepas dari kegiatan
berpikir. Manusia sudah slayaknya dan seharusnya untuk senantiasa berpikir,
berpikir untuk menyikapi kondisi pribadi maupun sosial. Berpikir pribadi untuk
mewujudkan kesejahteraan diri dan berpikir sosial untuk mewujudkan kesejahteraan
umum. Kita tidak boleh sehari tanpa berpikir, karena berpikir menciptakan ide
untuk merubah suatu sisten, sistem dalam arti mikro maupun sistem dalam arti makro
(perubahan sosial).
Segala sesuatu yang ada disekitar kita sudah selayaknya untuk disikapi dengan pemikiran kritis, analitis, dan inovatif tentunya. Apabila kita berkenan untuk mengubah kondisi dari penindasan menuju kesejahteraan, maka kita harus berpikir kritis dan analitis yang kemudian diwujudkan dengan tindakan inovatif. Ketika berpikir menjadi domain yang stagnan, maka suatu individu akan terlalu mengarus dan terdikte oleh keadaan. Karena pemikiran menciptakan sejarah, bukan untuk didiamkan dan didiktekan secara pasif oleh kondisi, dengan itu ciptakan sejarah untuk diri ini……..
REFERENSI
:
Kurniawan,
Dodi Mi’raj. 2021. Pembaharuan Pemikiran Pendidikan Paulo Freire. Malang:
Intrans Publishing.
0 Comments