Narcissistic Personality Disorder, Imbas Teknologi Pada Generasi Masa Kini?

 

Narcissistic Personality Disorder, Imbas Teknologi Pada Generasi Masa Kini?

Rizky Ahmad Fahrezi


Source gambar: www.hrd-forum.com

Zaman serba teknologi telah membukakan ekosistem baru dalam berkehidupan, kehidupan dengan basic real life menjadi semi dunia maya atau cyber space. Media sosial menjadi salah satu kredit kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang memiliki dominasi besar dalam menciptakan penggambaran diri, life role model, lifestyle, kebutuhan dan pola pikir masyarakat masa kini. Dominasi media sosial menjadikan penggambaran diri telah berkembang menjadi sebuah tarian rumit antara keaslian dan kesempurnaan yang dikurasi.

Diantara berbagai butir kemajuan teknologi khususnya teknologi digital, sebuah pola pikir narcissistic menjadi salah satu yang paling mencolok, apalagi jika dikaitkan dengan generasi masa kini sebagai obyek konsumerisme terhadap kemudahan bermedia sosial. Hal tersebut muncul dikarenakan kemudahan berteknologi telah menawarkan kebebasan berekspresi yang belum pernah didapat pada era-era sebelumnya.

Media sosial menjadi ruang komunikasi real time yang selalu menjadi favorit masyarakat masa kini. Beragam fitur dan fasilitas yang tersedia memberikan stimulus kebutuhan bagi masyarakat sehingga ketergantungan akan muncul pada penggunaan media sosial. Khususnya generasi masa kini sebagai generasi penikmat kemajuan teknologi digital akan sulit lepas dari kebutuhan ber-gadget dan ekspresi virtual (media sosial).

Platform media sosial menjadi ajang bagi generasi masa kini untuk menunjang eksistensi dan membentuk kapribadian dengan domain tersendiri (kepribadian online). Validasi dan respon digital menjadi tujuan akhir dari setiap usaha-usaha membentuk eksistensi tersebut. Hal ini sebeneranya bukanlah perkara yang patut untuk disalahkan bahkan menjadi general culture bagi kehidupan masa kini , namun menjadi kekhawatiran apabila prasangka, mindset, dan orientasi tersebut dilakukan secara berlebihan  yang mengarah pada kepribadian negatif seperti flexing, show off, losing identity, degradasi moral, kebohongan, narcissistic personality disorder dll. Bahkan keterlibatan berlebihan dengan media sosial telah dikaitkan dengan peningkatan tingkat depresi dan kecemasan.

Narcissistic Personality Disorder (NPD) adalah kondisi kesehatan mental kompleks yang ditandai dengan rasa mementingkan diri sendiri yang eksesif, kebutuhan terus-menerus akan kekaguman, dan kurangnya empati. Individu dengan NPD sering kali menunjukkan rasa berhak (self entitled), mengeksploitasi orang lain demi keuntungan pribadi, dan memiliki harga diri yang rapuh.

Individu dengan kepemilikan karakter NPD cenderung terobsesi untuk menjadi karakter yang paling dominan ditengah-tengah sebuah perkumpulan atau lingkup, menjadi karakter yang paling dihormati, dan paling menonjol di segala kegiatan. Motivasi untuk menjadi figur berpengaruh, influenced, dihormati, dan menonjol bukanlah orientasi yang menohok untuk disalahkan, bahkan menjadi dorongan motivasi penting bagi proses seseorang, namun jika langkah yang ditempuh dapat mengeliminir dan mendegradasi peran individu lain, serta mendiskreditkan sebuah unsur yang tidak sefaham, maka hal itu menjadi kepribadian yang tidak sepatutnya dimiliki.

Dominasi media sosial hari ini dinilai menjadi salah satu faktor yang memunculkan dan menguatkan karakter NPD. Dengan accessibility media sosial yang mudah dan cepat, dikhawatirkan generasi masa kini cenderung melakukan self branding secara berlebihan yang mengarah pada manipulasi dan flexing hanya demi eksistensi dominan dan validasi kekaguman dari orang lain. Perilaku tersebut dapat mengarah pada perbuatan negatif lain seperti kecanduan handphone, Fomo, obsesi tanda suka (like button) dan followers dengan melakukan segala cara, konsumeristik hingga menyianyiakan sumber daya, lunturnya moralitas, lunturnya budaya lokal karena mengadopsi budaya luar negeri, bahkan tindakan kriminal dilakukan demi sebuah konten atau pemenuhan nafsu eksistensi (narsistik) yang semakin menguasai.

Misalnya saja, dengan trend kepemilikan perangkat Iphone pada generasi masa kini, menjadikan obsesi berlebih dan pragmatis seorang anak muda yang berlum berpenghasilan cukup. Akhirnya pemuda tersebut melakukan tindakan kriminal pencurian untuk mendapatkan sejumlah uang guna membeli Iphone. Tak habis disitu, Iphone yang telah terbeli kemudian menjadi pantikan munculnya hasrat untuk pamer (show off), dengan melakukan trend mirror selfie sang pemuda tersebut memamerkan Iphone dan menuliskan kata-kata flexing dan mendiskreditkan orang lain yang masih menggunakan handphone android. Bisa dibayangkan bagaimana pola tersebut menjadi siklus yang dilakukan oleh generasi masa kini secara massif karena luasnya ekspansi pengaruh media sosial, sehingga tentunya menjadi sebuah gaya hidup yang tidak etis dan patut untuk disikapi.

Kharakter NPD juga mendorong sifat ambisius, sombong, suka mencari ketenaran, merasa selalu spesial, dan sulit untuk menerima kritik dan saran. Menggaris bawahi sifat sulit menerima kritik, individu demikian dinilai akan sulit menciptakan lingkungan yang progressif dan inovatif secara massif, hal tersebut juga berimbas pada tingkat produktivitas sebuah populasi atau lingkup organisasi dan pekerjaan. Bahkan dapat menciptakan lingkungan toxic yang menjadi akar beragam permasalahan seperti gesekan pendapat, konflik, dan pertikaian. Apalagi semua itu termargin dalam media sosial, akan menimbulkan banyak framing dan imbas toxic virtual yang lebih psikis yaitu depresi. Hal ini bisa dilihat dalam berbagai bentuk konten media sosial yang memicu beragam argumen, tentu banyak perspektif opini yang muncul dan tak jarang menimbulkan olok-olok serta pergunjingan dalam kolom komentar akibat saling berebut dominasi kebenaran pribadi.

Lebih bahaya lagi, ketika karakter NPD berhubungan dengan kegiatan beragama. NPD dapat muncul dalam penampilan kesalehan yang superfisial, sebuah pertunjukan kepribadian bersifat permukaan yang tidak tentu terwujud pada kepribadian inti mendasar. Atau dalam bentuk dominasi kebenaran dengan mengatasnamakan dalil agama yang kemudian mendiskreditkan faham lain dan membenarkan faham pribadi (self-truhtclaim). Juga dalam menampilkan sisi religiusitas dan moralitas yang ditampilkan untuk lebih unggul daripada orang lain atau pengikutnya bahkan dengan cara manipulatif demi meningkatkan harga diri sepihak.

Menjadi koreksi dan respon tersendiri bagi generasi masa kini untuk menyikapi fenomena apapun yeng berhubungan dengan kemajuan teknologi. Tentu kemajuan teknologi tidak hanya membawa beragam ketercepatan, flesibilitas, dan convenience namun juga beragam dampak buruk non-fisik yang berhubungan dengan psikis, gaya hidup, sosial paradigma, dan social judgment yang mungkin tidak dapat secara langsung disadari.

Bentuk respon dan penyikapan bisa berupa self improvement seperti meningkatkan kontrol diri terhadap pengaruh kemajuan teknologi, filterisasi gaya hidup, kebijaksanaan pengambilan keputusan, kemampuan menunda kepuasan (delayed gratification), kemampuan kritis dalam menganalisa sekitar, keterbukaan terhadap keluasan perspektif di segala sisi, kebiasaan produktif, dan secara overall improvement seperti ketertunjangan edukasi kepada khalayak secara massif.

 

REFERENSI

Maemunah, Siti. 2024. “Narcissistic Personality Disorder (Npd) Dalam Riwayat Profetik”. AQLAM; Jorunal of Islam and Plurality. (P-ISSN 2528-0333; E-ISSN: 2528-0341).

Suhartanti, Laela. 2016. “The Influence Of Self-Control Towards Narcissistic Personality To Instagram User”. E-Journal Bimbingan dan Konseling.

Post a Comment

0 Comments