GENERASI MASA KINI DALAM EMERGENCE
INDIVIDUALISM
Rizky Ahmad Fahrezi
source gambar : metro.aspirasiku.id
Manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang secara fitrah tidak
dapat berdiri sendiri dan memiliki ketergantungan terhadap manusia lain. Manusia
sebagai mutual entities akan selalu memiliki hasrat untuk berinteraksi
satu sama lain, bekerja sama, dan berbagi perasaan. Bahkan manusia tidak bisa
hidup sendiri dalam semua kompetisi, manusia juga membutuhkan kompetitor guna
meningkatkan kapasitasnya.
Tuntutan kehidupan mendorong manusia untuk saling
berhubungan, berinteraksi, dan bekerja sama untuk saling menguntungkan. Terlebih,
perkembangan zaman yang semakin maju dan kompleks menjadikan tuntutan-tuntunan peradaban
semakin muluk pula. Sehingga manusia harus saling bekerja sama untuk menjawab
tuntutan kemajuan zaman dan menguasai perkembangan teknologi, serta bekerja
sama untuk tidak terdegradasi oleh hadirnya kemajuan teknologi.
Namun, menjadi problema tersendiri ketika budaya saling
melengkapi atau mutualisme menjadi semakin luntur karena munculnya sikap individualisme.
Sikap individualisme menjadi antithesis utama dari sikap sosial. Istilah
individualisme pertama kali dikemukakan oleh Alexis de Tocqueville untuk
menyebutkan sebuah gejala terisolasinya individu dari masyarakat, yang
diakibatkan oleh revolusi Prancis. Secara umum menurut KBBI individualisme
adalah paham yang menganggap diri sendiri lebih penting daripada orang lain.
Budaya individualistis cenderung indipenden dan berorientasi pada diri mereka
sendiri. Individualisme menurut Forsyth dalam bukunya Dinamika Kelompok adalah
tradisi, ideologi, atau pandangan pribadi yang menekankan superioritas individu
beserta hak-haknya, kemandirian, dan hubungannya dengan individu lain.
Pada zaman yang semakin modern, memunculkan indikasi suburnya
pemikiran dan sifat individualis. Banyak masyarakat masa kini khususnya generasi
muda yang telah mulai acuh dengan kehidupan disekitarnya bahkan tidak peduli
dengan masyarakat lain karena disibukkan dan dimanjakan oleh kehadiran
teknologi. Teknologi menciptakan image konsumerisme dalam berbagai lini,
baik dari segi ekonomi, sosio kultural, hingga spiritual keagamaan.
Tanpa terasa masyarakat digiring ke dalam gaya hidup yang
sekuler dan individualis. Dari sisi ekonomi mayarakat masa kini tergiring
menjadi individu konsumerisme dan berujung individual. Seperti contoh
masyarakat yang memiliki orientasi perangkat digital akan cenderung mengutamakan
membeli HP merk terbaru daripada untuk membantu orang-orang miskin atau untuk
keperluan sosial lain. Dalam sisi kehidupan sosial, masyarakat lebih memilih
mengutamakan prestise dari pada realistis dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kebanyakan orang terjebak dalam ranah penampilan hidup, dari pada menjalani
kehidupan yang sebenarnya. Tanpa memperhatikan apalagi berfikir akibat yang
berdampak negatif pada orang lain, serta kehidupannya di masyarakat sekitarnya.
Dari sisi spiritual keagamaan, masyarakat Mengutamakan urusan dan kepentingan duniawi,
dan tanpa memperdulikan urusan-urasan ukhrowi. Masyarakat yang lebih mendahulukan
membeli pulsa dari pada untuk menyumbang kebutuhan pembangunan masjid dan
mushola, atau tempat ibadah yang lain. Lebih memilih live tiktok dari
semalam suntuk dari pada mengikuti kajian rohani dengan khusyuk.
Generasi muda masa kini yang didominasi oleh generasi Z
menjadi subjek dalam cerita utama perjalanan peradaban masyarakat (Society).
Generasi muda lah yang menjadi subjek sekaligus objek utama dalam mengingiri
kemajuan teknologi, sebagai subjek yang dituntut untuk menguasai beragam
kemajuan teknologi, sekaligus objek atau sasaran utama produk kemajuan yang ditawarkan
pada Era ini.
Generasi muda masa kini menjadi sala satu kalangan terbesar
dalam penggunan teknologi khususnya teknologi digital. Tentu generasi muda
menjadi salah satu pihak yang terdampak paling signifikan dari pengaruh
kemajuan teknologi. Dampak globalisasi dan kemajuan teknologi khusunya digital membawa
perubahan besar dalam cara berpikir, berperilaku, dan merasakan ruang dan
waktu. Generasi muda khusunya gen Z mejadi kalangan yang paling mudah terpapar dengan
nilai-nilai asing yang bercampur dengan nilai lokal sehingga menimbulkan kebingungan
dalam menentukan nilai-nilai mana yang ingin diungkapkan.
Penggunaan teknologi digital (gadget, laptop, dan perangkat
lain) oleh generasi muda secara intensif saat ini, dikhawatirkan akan menghambat
partisipasi mereka dalam kegiatan sosial, keagamaan, dan budaya sehingga pada
akhirnya menjadi figur yang individual. Dengan itulah generasi muda masa kini lebih
rawan dalam menyambut kehadiran sifat individual dalam pribadi mereka (emergence
individualism).
Dampak kemajuan teknologi digital tentu sangat dirasakan, khususnya
dalam sektor media informasi dan komunikasi. Beragam media yang hadir saat ini
menimbulkan efek berlanggan sehingga menjadikan masyarakat khususnya generasi
muda sebagai klien konsumtif yang tidak bisa lepas darinya. Dampak bagi
generasi muda perihal sifat individualis sangat dimungkinkan apalagi generasi
muda masa kini menjadi konsumen kolosal bagi media digital. Dengan budaya
konsumtif tersebut dapat membuat generasi muda menjadi acuh terhadap fenomena
sosial (individual).
Generasi muda masa kini mudah memiliki prasangka unit utama
realitas dan menjadi standar nilai individual tertinggi akbiat teknologi. Anak muda
cenderung candu terhadap media sosial dalam rangka mendorong citra diri (boost
self-image) dan pencapaian pribadi. Cenderung menjalankan interaksi sosial
secara digital atau maya sehingga mengurangi rasa kebersamaan dan empati sosial
(egois). Hal inilah menjadi lantaran sifat individualisme rawan menjangkiti generasi
muda masa kini.
Individu dengan sifat individual memiliki kesaktian untuk
menyendiri dalam kehidupan sosial, karena mereka tidak peduli dengan
orang-orang di sekitarnya. Generasi dengan sikap seperti ini, akan kehilangan kohesi dan solidaritas sosial,
kemauan untuk sepakat, gotong royong, egoisme yang tidak terkendali,
keterasingan dari kehidupan bermasyarakat, kesulitan dalam bersosialisasi.
Media sosial mendorong generasi masa kini khususnya gen Z untuk
mencurahkan ekspresi diri dan otonomi pribadi. Media sosial menjadi platform
untuk mengekspreksikan diri dan menunjukan keunikan masing-masing sehingga
lebih mementingkan kepentingan pribadi. Belum lagi budaya hedonisme muncul
menjadi parasit degradasi bagi nilai-nilai sosial seperti gotong royong. Generasi
yang hedon tidak hanya menjadi figur yang individual dan non-empati, bahkan
dimungkinkan akan menjadi entitas yang mendegradasi dan mengeliminir individu
lain demi pencapaian dan keuntungan pribadi.
Tidak sedikit pula kasus gaya hidup urban akibat kemajuan
zaman. Masyarakat masa kini khususnya generasi muda menjadi survivor dalam
kehidupan yang serba cepat tanpa memperdulikan elemen lain disekitarnya,
generasi muda cenderung lebih mengutamakan diri sendiri untuk bertahan. Dalam kehidupan
profesi, tren bekerja sendiri menjadi subur dengan menindihkan peran kelompok
atau komunitas kebersamaan. Dengan itu menisbatkan dampak negatif di kemudian hari
seperti lunturnya inisiasi untuk bersama, lemahnya solidaritas, lunturnya
empati sosial, hilangnya rasa kekeluargaan hingga kesehatan mental.
Namun, sikap individual tidak selamanya negatif. Sikap
individual apabila di manage dengan baik, dengan tempo dan porsi sesuai,
dengan vonis orientasi yang tepat, akan menjadikan beberapa dampak positif.
Diantara dampak positif tersebut adalah munculnya kemandirian, generasi
muda tidak akan mudah bergantung kepada orang lain dalam situasi tertentu bagi
dirinya dan lebih percaya diri dalam mengamblik keputusan. Munculnya daya
kreatifitas, dengan kemandirian akan mendorong ide-ide baru yang lebih
inovatif.
Namun, sekali lagi semua itu dilaksanakan secara tepat, bukan
individualis yang egois, non-empati dan mudah mengeliminir peran figur lain
untuk keuntungan sepihak. Jika hal tersebut yang tersandang maka yang terjadi
bukan lagi soal emergence individualism atau munculnya indikasi sifat individualisme,
melainkan kondisi keterancaman yang riskan dan darurat atau emergency individualism!.
0 Comments